Maka menjadi aneh, ketika seorang
kawan baik saya malah muak dengan membludaknya film ini. Baginya, buku maupun
film Habibie Ainun tak lebih dari ekploitasi berlebih ranah pribadi mereka.
Habibie secara tak langsung mengkomersialkan kisah pribadinya, hal yang sangat
privasi menurutnya. Dan parahnya lagi, masyarakat Indonesia justru mengapresiasi
baik histori percintaan mantan orang nomor satu di negeri ini. Sutradara pun sontak
mendapat durian runtuh, film ini barangkali satu-satunya film di Indonesia yang
ditonton oleh semua lapisan umur.
Kawanku ini bukan berati tak
berperasaan. Dia sangat cerdas dan cukup
realistis. Maka, mengenai ketidak sukaannya terhadap film Habibie Ainun,
pastilah karena pertimbangan dan alasan yang sangat logis. Di luar negeri, kisah cinta Habibie Ainun sedikitpun tidak
terendus. Prestasi dan kejeniusannya- lah jadi tanduk bagi orang-orang besar di
negara-negara maju menunduk segan padanya. Habibie menjadi ‘permata’ dunia,
terkhusus di Negeri Panser, karena penemuan teori-teorinya di industri pesawat
terbang. Berpuluh-puluh tahun ia mengabdi di negeri orang. Beberapa rumusan
teorinya dipatenkan dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method yang
mampu mencengangkan dunia,
terkhusus dunia penerbangan internasional. Prestasi yang membuat rasa
nasionalis kita membuncah, berkobar bangga, Indonesia punya asset sebriliant
itu. Pikirku, mungkin seperti itulah alibimu menanggapi film ini.
Kita pun berselisih, berdebat. Saya di
pihak orang-orang yang tak habis memuji film ini. Dia tetap dengan pandangan mirisnya
terhadap film ini. Dan menolak mentah-mentah ajakanku menantangnya nonton film ini,
meski dengan iming-iming traktiran makan dan karaokean. Toh apa salahnya juga. “Pak Habibie pun tidak
keberatan kisahnya difilmkan!” bela ku sesekali. Tapi kawanku ini memang gadis
keras, dia tetap bersikukuh tak
berselera menonton film ini. “Andai, para sutradara handal di negeri ini membuat film menyoal riwayat keilmuan dan
sepak terjang Habibie di kancah dunia,
saya dalah orang pertama yang nonton,” tegasnya.
Namun, pasar tidak bisa berbohong, euforia
film ini terbukti mewakili selera masyarakat.
Belum tentu, jika ceritanya mengenai riwayat karir Habibie saja, tanpa
embel-embel cinta, lalu orang-orang akan
berjubel ingin menontonnya. Pertanyaannya kemudian, mengapa kisah kasih Habibie
Ainun ini begitu dahsyatnya mengambil ruang special di sanubari penonton
Indonesia. Display picture maupun status BBM, Facebook, Twitter, dan media
sosial orang-orang disesaki oleh pesan cinta mengharu biru , dan puisi nan
romantis dari Habibie. Pasangan beda
alam ini sontak dipercaya sebagai ikon cinta sejati. Nyaris mengalahkan kisah
dramatis Romeo& Juliet.
Sampai disini, saya mencoba
mengkristalkan hasil perdebatan saya dengan sang kawan. Saya menelisik daya
kuat film ini yang berakar di kekuatan cinta Habibie. Apakah dengan adanya film
ini membuat masyarakat Indonesia mengerti cinta sejati? Apa sebelumnya mereka tidak mengerti!!Apakah komitmen Habibie untuk setia hingga maut memisahkan,
menjadi tolak ukur cinta sejati? Lantas, ketika film ini tidak hadir,
kemudian kita tidak tahu seperti apa cinta sejati itu?
Kita semua memiliki sisi kedewasaan.
Meski takarannya tidaklah sama. Setidaknya mahfum hakikat cinta sejati. Semua
hanya berakar pada kesetiaan. Bukan hanya Habibie, kita pun mampu menjadi aktor
utama dalam skenario kehidupan kita. Menjadi sang pencinta hingga akhir hayat.
Semuanya akan terasa lebih indah bukan? Dan jiwa-jiwa yang mulia terbentuk dari
kebiasaan saling mencintai. Inilah yang kelak mengantarkan kita pada titik
Kebahagiaan. Bahagia menembus cita-cita dan asa yang telah membumbung tinggi
karenanya.
![]() |
Duka Habibie |
![]() |
Merakit pesawat |
Inilah yang dipermasalahkan kawanku
tadi. Prestasi , kejeniusan, dan segudang karya Bapak Teknologi ini bisa jadi pudar termakan oleh ketenaran kisah cinta di
filmnya. Meski, tak bisa dipungkiri kekuatan cinta Habibie Ainun patut diapresiasi dan ditanamkan. Tapi sekali
lagi, Habibie adalah legenda dunia. Dan
untuk mengisahkannya, tidak cukup hanya dengan barisan pesan-pesan cinta saja.
(31 Januari 2012)
(31 Januari 2012)
0 komentar:
Posting Komentar