Rasa
lokal, sejatinya adalah rasa khas dari hal unik yang merupakan potensi suatu wilayah. Entah itu potensi alam, maupun
potensi yang terbentuk dari kultur dan output
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tiap daerah tentunya memiliki Local Flavour tersendiri. Dan kita,
sebagai bagian dari mata rantai individu-individu suatu daerah, harus
menunjukkan kebanggaan dan rasa memiliki (sense
of belonging) yang tinggi terhadap daerah masing-masing, sebagai bentuk
rasa sukacita akan tanah tempat kita berpijak sekarang.
Dua
tahun yang lalu, sejak saya terangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kota
ini telah menjadi bagian terpenting dalam perjalanan hidup saya. Meski, tak
satu pun sanak keluarga yang saya miliki di kota ini. Namun seiring waktu,
potret kota bersahaja dan keharmonisasian masyarakatnya yang berasal dari Suku Bugis dan Makassar, membuat saya jatuh hati
dengan kota yang secara administratif berstatus kabupaten ini. Daerah dengan
julukan Butta Salewangang ini merupakan poros jalan propinsi.
Sebagai penopang sendi-sendi perekonomian Sulawesi Selatan (Sul-Sel), karena
letaknya yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Propinsi. Dan aset sumber
daya alam yang melimpah di daerah ini, sangat berkontribusi terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Sul-Sel. Diantaranya dari sektor pariwisata, pertambangan/penggalian,
industri, perdagangan, dan pertanian.
Menelisik
makna dari julukan Butta Salewangang, yang berarti tanah yang makmur, aman dan
sejahtera. Daerah ini memang memiliki tanah yang subur, potensi sumber daya
alam yang melimpah ruah, berupa tanah pertanian yang luas dan subur (47.210, 98
Ha, BPS Maros ), perkebunan, perikanan, dan sektor pariwisata yang terkenal hampir
seantero negeri ini.
Air Terjun dengan Eksotisme Kupu-kupu
Siapa yang tidak mengenal
Air terjun Bantimurung? Salah satu objek wisata unggulan Propinsi Sul-Sel yang
terletak di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros. Air terjun dengan lebar 20
meter dan tinggi 15 meter ini sebenarnya sama saja dengan air terjun lainnya di
negeri ini. Namun, yang menarik adalah kesejukan curahan air terjun yang
menimpa gundukan level batu-batuan, di bingkai oleh spesies kupu-kupu langka nan cantik yang
beragam jenisnya. Serta dikelilingi oleh perbukitan batu karang kapur dengan
kemiringan yang agak curam. Memperindah kesan alami dan nafas segar di wilayah taman nasional ini. Meskipun,
kecantikan kupu-kupu ini lebih afdol jika dinikmati pada pagi hari.
Surga di Air Terjun Bantimurung(Sumber gambar:google) |
Kupu-kupu Bantimurung yang diawetkan |
Pengunjung juga bisa
menjajaki puluhan anak tangga ke arah atas air terjun dengan bisikan
angin-angin segar, dan menyaksikan
langsung gua-gua batu yang menempel di
kawasan karst ini. Ada juga kolam renang dan media out bond, yang telah
difasilitasi oleh dinas terkait untuk menambah kesemarakan dan kepuasan
pengunjung menikmati wisata alam ini.
Di sepanjang
jalan masuk dan keluar wisata alam ini, berjejer pula pedagang-pedagang lokal
yang menjual ole-ole khas tempat wisata ini, yakni beragam jenis motif
kupu-kupu yang telah
diawetkan guna
menjadi barang pajangan unik.
Sementara
sarana hotel, tengah dalam tahap pembangunan untuk melengkapi wisma yang ada. Yah,
masih banyak memang perbaikan-perbaikan dan tambahan sarana yang harus digalakkan untuk kesempurnaan wisata alam ini.
Dan saya sangat sedih, ketika beberapa minggu terakhir ini beredar kencang
issue di media-media sosial mengenai ular berkepala tujuh di taman wisata ini.
Data statistik menunjukkan pemberitaan ini sangat berpengaruh terhadap
penurunan jumlah wisatawan. Padahal, tidak ada bukti otentik terkait keberadaan
ular itu. Pada akhirnya, masyarakatlah yang menilai jika kabar itu hanya selentingan
hoax (pemberitaaan palsu).
Keelokan Bukit Karst Rammang-rammang
Menengok ke utara Kabupaten Maros, bisa kita jumpai ratusan karst
(batuan kapur/gamping), yang lebih dikenal dengan nama Kawasan Karst Rammang-rammang,
karena berada di Dusun Rammang-rammang, Desa
Salenrang, Kecamatan Bontoa. Saya malah mengetahui pertama kali keindahan
wisata karst ini di tayangan jalan-jalan
salah satu televisi swasta. Dan takjub akan keindahan gugusan karst-karst yang
menjulang tinggi, diperindah dengan kejernihan
air sungai yang mengalir di sela-sela gugusan tersebut. Pemerintah memang belum
menyentuh satu kecantikan alam yang
tersembunyi ini. Karena aksesnya lumayan
sulit. Keesokan harinya, saya dan beberapa teman berusaha mendatangi tempat yang nyaris membuat mata ini tak sabar
menangkap mahakarya indah itu.
Memasuki Wilayah Karst Perkampungan Rammang-rammang (Gambar: Dok Pribadi) |
Salah Satu Gugusan Karst Rammang-rammang (Gambar: Dok Pribadi) |
Namun sayang, kami hanya sampai di bagian bawah saja, karena untuk
mencapai puncak Rammang-rammang, diperlukan persiapan khusus mendaki gunung dan
dan menjejal bukit menjulang. Serta menaiki perahu kecil,yang nyaris seluruh
sisi perahu kelihatan terombang-ambing di permukaan air sungai. Hal ini, saya
ketahui oleh teman yang pernah berhasil sampai ke sana. Alhasil, saya dan teman
hanya sampai di wilayah dasar Rammang-rammang saja. Itupun sempat membuat
mata saya takjub dengan produk alam yang sangat mempesona ini.
Wisata Kuliner
Tak lengkap rasanya, membicarakan suatu daerah tanpa mengetahui kuliner khasnya. Di Kabupaten Maros, tidak ada makanan khas yang menjadi ciri atau ikon daerah ini. Seperi Gudeg di Jogja, atau Coto di Makassar. Namun, ada kue khas yang telah melekat dengan nama daerah ini sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Anda pernah mendengar ole-ole roma dari Maros?Yah, kue ini bernama Roti Maros, disingkat roma. Bentuknya unik, seperti kasur yang bergempal-gempal. Ukurannya beragam, tapi yang biasanya berukuran 20x20 cm. Rasa rotinya setengah manis, sangat lembut dan gampang disobek. Isi Roti Maros ini berupa selai kaya yang manisnya sangat proporsional dan resepnya telah diwariskan turun-temurun. Pedagang roma ini nyaris memenuhi pinggiran-pinggiran Kota Maros ditambah pedagang buah yang jumlahnya tak sedikit. Terkadang membuat kemacetan karena bis-bis penumpang dan mobil-mobil ke daerah, banyak yang menyempatkan singgah membeli ole-ole tradisional ini.
Tak lengkap rasanya, membicarakan suatu daerah tanpa mengetahui kuliner khasnya. Di Kabupaten Maros, tidak ada makanan khas yang menjadi ciri atau ikon daerah ini. Seperi Gudeg di Jogja, atau Coto di Makassar. Namun, ada kue khas yang telah melekat dengan nama daerah ini sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Anda pernah mendengar ole-ole roma dari Maros?Yah, kue ini bernama Roti Maros, disingkat roma. Bentuknya unik, seperti kasur yang bergempal-gempal. Ukurannya beragam, tapi yang biasanya berukuran 20x20 cm. Rasa rotinya setengah manis, sangat lembut dan gampang disobek. Isi Roti Maros ini berupa selai kaya yang manisnya sangat proporsional dan resepnya telah diwariskan turun-temurun. Pedagang roma ini nyaris memenuhi pinggiran-pinggiran Kota Maros ditambah pedagang buah yang jumlahnya tak sedikit. Terkadang membuat kemacetan karena bis-bis penumpang dan mobil-mobil ke daerah, banyak yang menyempatkan singgah membeli ole-ole tradisional ini.
Roti Maros (Gambar : google) |
Menjelang
senja hingga dini hari, ada kawasan menarik di Kota yang menjunjung tinggi
nilai-nilai religius ini. Tepatnya di seberang jalan Mesjid Al-Markas, mesjid
terbesar di Maros. Pemerintah membuat tempat lokalisasi untuk berwisata
kuliner. Dinamakan Pantai Tak Berombak (PTB), karena di tengah-tengah kawasan
ini terdapat danau buatan yang lumayan besar,menambah daya tarik para
pengunjung. Sesekali, ada yang memanfaatkannya untuk memancing ikan. Saat malam
minggu, biasa pula disemarakkan oleh kreatifitas anak-anak band yang manggung
di pusat kuliner Maros ini. Kulinernya pun beragam, mulai dari makanan berat hingga kue-kue dan minuman tradisional seperti
putu dan sarabba.
Dua tahun rasanya waktu yang masih sedikit, untuk mengenali sudut-sudut keramaian dan potensi daerah ini. Meskipun tidak ada mall, tempat karaoke keluarga, bioskop, toko buku besar, restoran cepat saji, yang menjadi ikon kota-kota besar. Tapi lebih dari itu, saya sudah falling in love dengan daerah ini. Ditambah keramahan dan kebersahajaan orang-orang di daerah ini. Membuat saya ‘betah’ dan merasa Maros ini adalah rumah saya, kampung saya, dan pengabdian hidup saya. Meski tak satu pun sanak kelurga disini. Seperti itulah sense of belonging saya terhadap Kabupaten maros.
Dua tahun rasanya waktu yang masih sedikit, untuk mengenali sudut-sudut keramaian dan potensi daerah ini. Meskipun tidak ada mall, tempat karaoke keluarga, bioskop, toko buku besar, restoran cepat saji, yang menjadi ikon kota-kota besar. Tapi lebih dari itu, saya sudah falling in love dengan daerah ini. Ditambah keramahan dan kebersahajaan orang-orang di daerah ini. Membuat saya ‘betah’ dan merasa Maros ini adalah rumah saya, kampung saya, dan pengabdian hidup saya. Meski tak satu pun sanak kelurga disini. Seperti itulah sense of belonging saya terhadap Kabupaten maros.
6 komentar:
sepertinya sudah lama sekali tidak berkunjung ke bantimurung....jadi pengen :)
Maros memang tak ada matinya.... *_*
Bantingmurung, kebanggaan orang sulsel :)
Belum pernah ke Rammang2, kalo lihat fotonya .. eksotis ya? Cantik. Sudah lama ndak ke Bantimurung :)
jadi pengen liat aneka kupu-kupu di sana.. kirimin dong mbak... hehehhe... *pengen dijitak :D
Posting Komentar