Gerimis
menyapa sore. Ketika penat selama tiga hari kelas pelatihan di Makassar usai.
Saya memilih berakhir pekan dulu di rumah sanak keluarga, sebelum balik ke
Maros. Adik sepupu, mengajak mengisi sore ini dengan berenang di salah satu
hotel elit di wilayah Pantai Losari Makassar. Tanpa membuang waktu, saya pun
yang sedari tadi terasa jenuh, memilih bergegas segera. Apalagi beberapa bulan
terakhir ini, saya dan beberapa kawan baik sedang gencar-gencarnya belajar olahraga ini.
Olahraga yang membuat kulit ini harus bersahabat dengan air.
Rupanya
momen pekan terakhir sebelum memasuki Bulan Ramadhan, dimanfaatkan betul oleh
banyak orang. Hal ini saya ketahui dari beberapa status teman via media sosial,
yang memanfaatkan tempat-tempat rekreasi untuk bersenang-senang sebagai tanda
sukacita menyambut Ramadhan.
Berlatih Renang Bersama Teman-teman |
Hal yang
sama rupanya, di kolam permandian yang kami datangi. Meski diguyur gerimis, pengunjung nampak
lebih banyak dari waktu biasanya, menyambangi
kawasan eksotis ini. Setidaknya itu pengakuan beberapa petugas yang
berloket. Kami pun segera berganti
pakaian, kemudian menceburkan diri di kolam biru jernih yang berdampingan
dengan pantai ini.
Kawasan ini
memang indah dan sangat elok di sore ini. Semburat jingga nampak jelas terhampar di depan mata. Langit seperti tak
sabar melepas sore. Beberapa kamar hotel yang berdiri manis persis di atas
laut, mengelilingi setengah kolam biru
ini. Pohon-pohon rindang menambah eksotisme kawasan ini. Dua puluh menit
mencoba kembali melatih kemampuan berenang, saya pun menepi. Ekor mata saya
lantas menangkap sebuah adegan emas.
Seorang Ibu
berperawakan tinggi, putih mulus, lengkap dengan baju renang dan perlengkapan renangnya, terlihat
serius memberikan pengarahan kepada
anaknya. Mata sipit dan wajah khas orientalnya memperjelas darah Tionghoa yang
dia miliki. Sekilas tidak ada yang menarik dari ibu ini. Tapi ketertarikan saya
melihat keseriusannya mengajarkan buah hatinya berenang, menjadi pemandangan
lain. Bocah yang kutaksir berumur 4 tahun itu nampak menyimak serius. Mimik
muka dan mulut sang ibu yang tak henti komat-kamit membikin mataku fokus
mengamatinya terus. Sesekali tangannya diangkat, ditekuknya, dan entah apa lagi
simbol yang diperlihatkan untuk mengajari sang anak cara renang, dan mengambil
nafas ketika di air. Terlilit rasa penasaran, saya pun mendekat. Rasa-rasanya
ingin tahu apa saja yang dikatakannya,
barangkali bisa jadi masukan juga buatku yang sementara mendalami olahraga ini.
Setelah
dibekali berulang-ulang wejangan dari sang ibu, dengan penuh keberanian sang
anak langsung menceburkan diri ke kolam. Dibantu dengan benda pelampung. Sang
ibu lantas menjulurkan tangannya, terus mengajari teknik dan cara bertahan ketika berenang. Bocah ini
terus mencoba, mengapung, mengangkat tangannya bergantian, mengangkat ke samping
mukanya untuk menarik oksigen. Dan tak jarang, air malah masuk ke lubang
hidungnya dan sampai ia merasa kakinya sudah tak lagi mendapati dasar lantai
kolam. Beruntung sang ibu terus di sampingnya memberikan rasa aman dan semangat.
Begitu terus, hingga satu setengah jam berlalu. Tak ada gurat-gurat bosan, atau
wajah putus asa bocah ini untuk terus belajar. Terlebih sang ibu, yang selama
satu setengah jam ini tak putus cerewet menggurui sang anak. Sesekali, sang
anak memasang wajah penasaran dan dongkol ketika belum bisa melaksanakan
sepenuhnya pesan ibu. Namun wanita ini rupanya tangguh, dia terus menginspirasi
anaknya dengan memperagakan semua gaya renang yang dikuasainya. Cara ini
rupanya mumpuni, sang anak nampak semakin bersemangat dan terus mencoba
menaklukkan air tenang ini. Seperti ada sinergi yang begitu kuat antara ibu dan
anak ini untuk menguasai kolam.
Bahkan, ketika gerimis berganti menjadi hujan
lebat. Mereka berdua masih nampak di kolam. Tak berteduh untuk beberapa saat
pun. Hanya berdua, karena puluhan
pengunjung lain memilih berteduh. Benar-benar pemandangan yang sangat menggugah
rasa. Bahwa semangat dan keinginan yang menggebu, bisa mengalahkan segalanya. Guyuran
hujan keras membuat rasa dingin menusuk hingga ke pori-pori kulit, tak lagi
jadi soal. Namun yang nampak sore ini, sepasang Ibu dan anak yang sementara
berjuang untuk menaklukkan air kolam. Tak
banyak, bocah seusia itu yang bertahan untuk belajar seserius itu di tengah
cuaca yang tak bersahabat, dan tak banyak pula ibu-ibu yang berusaha
mati-matian mengajarkan olahraga renang pada bocahnya sejak dini. Hingga kata
‘bisa’ berhasil diteriakkan.
Kepada saya,
yang telah berbulan-bulan belajar renang, dan belum menunjukkan hasil maksimal.
Karena ketidakfokusan dan mudah menyerah. Pesan ini seperti sangat berharga.
Bahwa anak sekecil itupun memiliki semangat tinggi untuk fokus meraih apa yang
dikejarnya. Berbanding terbalik, dengan saya di usia itu yang sangat tergantung
dan manja kepada orang tua. Sang ibu pun memiliki pemahaman yang bijak untuk
mengajarkan hal penting ini kepada anaknya sejak dini. Renang, meksipun
kelihatannya sangat mudah, namun tak semua orang bisa dengan mudah
menguasainya.
Berani
adalah kunci utamanya. Karena ketika berenang. Mental, fisik, dan segala otot
maupun tulang rangka digerakkan untuk membuat satu gerakan yang terkoordinasi
antara dua anggota kaki dan dua anggota tangan. Belum lagi keteraturan
mengambil nafas harus diperhatikan. Benar-benar butuh keberanian dan konsentrasi
yang tinggi. .
Anak memang
harus dilatih pemberani sejak dini. Wajar kiranya Rasuluullah saw bersabda : “Ajarilah
anak-anak kalian, berkuda, berenang, dan memanah. (Riwayat Sahih Imam Bukhari
dan Imam Muslim)”. Karena renang, memberi peluang kepada manusia untuk
menguasai air dan menjadi seorang pemberani dan bermental petarung. Nah, kepada
kita yang diusia dewasa ini baru mencoba belajar berenang. Tidakkah malu, jika
harus kalah semangat dengan bocah kecil itu?Hehhehe
0 komentar:
Posting Komentar