(Tulisan ini diikutkan dalam lomba Menulis Kompetisi Islami Ramadhan 1467 H BPS RI)
Matanya sayu, kantung
matanya menggantung, bulir-bulir keringatnya menetes tak tahan dengan teriknya
matahari. Dari kerongkongannya yang
gersang, keluar pertanyaan-pertanyaan terkait ongkos-ongkos yang dikeluarkan
petani dalam usaha palawijanya. Probingnya sangat dalam. Menjadi kesyukuran
karena petani respondennya kali ini cukup pendidikan. Sehingga
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan mudah saja dimengerti dan dijawabnya.
Karena jika tidak, suara harus terkuras banyak untuk mengulang dan mencari
padanan kata yang tepat, atau dialek lokal yang mudah dimengerti petani.
Tangannya pun terus bergerak, menyimpan hasil tangkapan jawaban yang
diincarnya. Syiar Ramadhan berkumandang. Dari speaker masjid tak jauh dari
tempatnya mencacah, terlantun merdu Surah Al-Bakarah Ayat 183.
ا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu sekalian untuk berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertakwa.”
Tak ada yang tahu,
jika semalam tidurnya hanya sejam dua jam. Orang menyebutnya tidur-tidur ayam.
Dua anak balitanya bersamaaan flu berat. Dan hal ini jelas mengobrak-abrik waktu
malam yang direncakannya, untuk memperbaiki beberapa dokumen hasil pencacahan
di lapangan. Ia menghabiskan sepanjang malam mendekap dua buah hatinya yang
rewel karena kesakitan. Dan pada saat yang bersamaan, ia pun harus menyiapkan
santapan sahur keluarga kecilnya tersebut. Rumah dengan segala kerepotannya
dikerjakan oleh tangan kanannya, sementara tangan kirinya harus menuntaskan
tugasnya sebagai abdi negara. Dan siang ini
ia terus mencecer pertanyaannya, seolah tak terjadi apa-apa.
Ramadhannya kali ini
memang sedikit berat. 78
sampel Survei Ongkos Usaha Tani (SOUT) menuntut segera dituntaskan. Meski jam kerja diperpendek, tak
begitu berpengaruh dengan jam pulangnya. Dia memaksimalkan waktunya di
lapangan. Daerah baru dijamahnya. Pekerjaan rutin terus mengintai. Tak ingin
dianaktirikan dengan adanya SOUT.
Sementara aura ramadhan terus menyerbak. Dapur menunggunya di rumah. Dari situ,
kue-kue ramadhan siap diproses menjadi hidangan berbuka puasa.
Baginya, kue
ramadhan
favoritnya kali ini tetap sama, ialah PIA. Di mana komposisinya dari
profesional, integritas, dan amanah. Ia sangat menikmatinya di rumah, juga di
kantor. Ia dituntut professional. Di mana jiwa
kompeten, efektif, efisien, inovatif, sistemik harus senantiasa
diasahnya untuk menjadi ibu yang baik, istri yang cerdas, dan pegawai yang
teladan. Jika tidak professional, ia bisa saja menelantarkan puluhan dokumen
itu kala kedua anaknya sakit. Namun hal itu urung dilakukan. Ia terus berpikir
sistemik mencari jalan keluar, agar waktunya efektif dan efisien menyeimbangkan
pekerjaan rumah dan kantor. Rumah dan kantor adalah kewajian. Dari sana, sumber
pahalanya mengalir.
Ia menjaga integritas.
Di mana dedikasi, disiplin, keterbukaan,
konsisten, dan akuntabel harus terus dipupuk. Dedikasinya total dalam
mengumpulkan data berkualitas. Cuaca yang tak menentu. Teriknya matahari yang
dalam hitungan detik bisa berganti menjadi awan tebal, tak menjadi soal ketika
dia bergelut mencari rumah-rumah responden. Ia merawat disiplin. Berusaha tak
lewat semenit pun dari jam kantor yang telah ditetapkan. Meski mata
terkantuk-kantuk. Terbangun lebih awal. Membereskan rumah. Tangisan anak mengiba
tak ingin ditinggal. Konsistensinya kokoh. Tak ingin puasa memudarkan
semangatnya dalam mengumpulkan data berkualitas.
Ia menjaga amanah. Di
mana jujur, tulus, adil, terpercaya harus mendarah daging dalam dirinya.
Kejujurannya dituntut dalam memotret fenomena di lapangan. Ketulusannya dalam
bekerja teruji. Tatkala sedang mewawancarai responden, telepon bordering mengabarkan
anaknya jatuh dari tempat tinggi saat
bermain. Ia tetap tulus dalam bekerja. Tak menganggap pekerjaan sebagai sebuah
beban maupun tekanan. Ia dipercayai
responden, sebagai penyambung amanah, penjaga rahasia negara. Sehingga akurasi
data diperoleh .
Kue PIA itu menjadi
favoritnya di bulan penuh berkah ini. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa
Sallam, bahwa puasa adalah perisai. Memelihara pelakunya dari adzab neraka pada
hari kiamat, dan akan membantunya meraih derajat yang taqwa. Jadi tidak ada
alasannya untuk tidak menikmati ramadhan ini dengan kue PIA. Mengejar amalan kebaikan
sebanyak-banyaknya. Mencari berkah untuknya, keluarga kecilnya, dan demi
kemajuan bangsa dan negara ini.
0 komentar:
Posting Komentar