(Terbit di Harian Fajar, 4 November 2017)
Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sul-sel merilis, Indeks Demokrasi Indonesia
(IDI) Sul-sel tahun 2016 sebesar 68,53, dalam skala 0 -100. Angka ini naik 0,63 poin
dibandingkan tahun 2015. Di bawah IDI nasional sebesar 72,82. Berarti, capaian
kinerja demokrasi Sul-sel masih berada pada kategori “sedang”. Sejak
dilaksanakan pertama kali di tahun 2009, angka IDI Sul-sel ini merupakan
tertinggi ketiga selama kurun waktu delapan tahun.
Pasca
reformasi, proses demokrasi di Indonesia diharapkan semakin matang. Pengalaman 19 tahun mempraktikkan demokrasi
adalah modal besar dalam membangun Indonesia. Pengalaman Pileg, Pilpres, dan
Pilkada, seyogyanya telah membuat Indonesia dewasa dalam berdemokrasi.
Pemerintah
sadar, pembangunan demokrasi dan politik merupakan hal penting demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Namun untuk mengukur pencapaiannya, bukan
perkara mudah. Pembangunan demokrasi perlu data empirik untuk dijadikan landasan pengambilan kebijakan dan
perumusan strategi yang spesifik dan akurat. Untuk memberikan gambaran mengenai
perkembangan demokrasi politik di Indonesia,
maka sejak tahun 2009 BPS bersama stakeholder lain merumuskan pengukuran
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).
Pengumpulan data IDI mengombinasikan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai tahapan yang saling melengkapi.
Pada tahap pertama, data kuantitatif dikumpulkan dari koding surat kabar dan
dokumen tertulis seperti Perda atau peraturan dan surat keputusan kepala
daerah, yang sesuai dengan indikator-indikator IDI. Temuan-temuan tersebut
kemudian diverifikasi dan dielaborasi melalui Focus Group Discussion (FGD)
sebagai tahap pengumpulan data kedua, sekaligus menggali kasus-kasus yang tidak
tertangkap di koding surat kabar/dokumen. Pada tahap ketiga, data-data yang
telah terkumpul tersebut diverifikasi melalui wawancara mendalam dengan
narasumber yang kompeten memberikan informasi tentang indikator IDI. Semua
tahapan pengumpulan data dilakukan oleh BPS Provinsi, diolah di BPS RI, dan
diverifikasi oleh Dewan Ahli beserta mitra kerja lain pada semua tahapannya.
Tingkat
demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni “baik” (indeks >80),
“sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk” (indeks < 60). Capaian IDI Sul-sel
dari tahun 2009 hingga tahun 2016 mengalami fluktuasi. Capaian IDI Sul-sel
tertinggi terjadi di tahun 2014 sebesar 75,30. Di mana pada tahun itu, kita
dihadapkan pesta demokrasi besar-besaran. Sementara capaian IDI Sul-sel
terendah di tahun 2010 sebesar 56,67. Fluktuasi angka IDI adalah cerminan
dinamika demokrasi yang terjadi di Indonesia. IDI ibarat alat mengukur
perkembangan demokrasi Indonesia, memang dirancang untuk sensitif membaca
naik-turunnya kondisi demokrasi. IDI disusun secara cermat berdasarkan kejadian
(evidence based), sehingga data yang dihasilkan menggambarkan fenomena
yang terjadi.
Angka
IDI Sul-sel 2016 merupakan indeks komposit yang disusun dari nilai tiga aspek.
Yakni Aspek Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Aspek Hak-Hak Politik (Political
Rights), dan Aspek Lembaga Demokrasi (Institution of Democracy).
Untuk IDI Sul-sel 2016, nilai indeks aspek kebebasan sipil mengalami kenaikan
menjadi 75,54 (naik 6,16 poin dari tahun
sebelumnya). Sementara Aspek Hak-hak
Politik dan Aspek Lembaga Demokrasi turun 2,74 dan 0,98 poin dari tahun 2015,
menjadi 61,51 dan 70,86 poin.
Dari 11 variabel yang merupakan
bagian dari tiga aspek, terdapat tujuh
variabel yang mengalami peningkatan indeks, satu variabel yang tetap dan tiga
variabel yang mengalami penurunan. Dari tujuh variabel yang mengalami
peningkatan, satu meningkat signifikan. Yakni kebebasan berpendapat. Indikator
ancaman /penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan
berpendapat, naik dari 33,33 di tahun 2015 menjadi 83,33 poin di tahun
2016. Ini mengindikasikan sikap
kooperatif pemerintah terhadap kebebasan berpendapat masyarakat. Ditambah membuminya fenomena media sosial. Orang-orang
bebas mengeluarkan pendapat positifnya tanpa dibatasi waktu, ruang, dan gerak.
Variabel-variabel lain yang mengalami peningkatan yaitu peran
peradilan yang independen, peran DPRD,
kebebasan dari diskriminasi, kebebasan berkeyakinan, peran parati
politik, dan hak memilih/dipilih, meski
nilainya tidak begitu signifikan.
Sementara
tiga variabel IDI 2016 Sul-sel yang
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015, ialah variabel kebebasan berkumpul
dan berserikat. Yang turun sebesar 43,75 poin, hal ini karena salah satu indikatornya, yakni ancaman/penggunaan
kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan
berserikat turun hingga 50 poin. Penurunan
terbesar kedua adalah indikator peran birokrasi Pemerintah Daerah sebesar 40,15
poin. Hal ini karena salah satu indikator upaya penyediaan informasi APBD oleh
pemerintah daerah turun dari 100 poin menjadi 8,33. Sedangkan satu variabel
yang tidak mengalami perubahan dari tahun 2015, yaitu variabel pemilu yang
bebas dan adil.
Semoga angka IDI
Sul-sel ini bisa mewakili gambaran demokrasi yang terjadi di Sul-sel. Dari indikatornya, kita bisa membaca perkembangan demokrasi dari
aspek kinerja birokrasi, aspek peran masyarakat,
lembaga legislatif (DPRD), partai politik, lembaga peradilan, dan aspek penegak
hukum. Terlebih di tahun 2018, pesta demokrasi Sul-sel akan kembali digelar.
0 komentar:
Posting Komentar