“Ribuan kilo jalan yang kau tempuh,
lewati rintang untung aku anakmu. Ibuku sayang masih terus berjalan, walau tapak
kaki penuh darah penuh nanah…”
Sepenggal lirik indah nan haru Iwan Fals di
lagunya berjudul ‘Ibu’ ini, sungguh menyentuh nurani. Menceritakan
betapa kerasnya jalan seorang Ibu bertahan hidup, demi menyanggupi kebutuhan hidup anaknya.
Rintangan seberat apapun akan dilalui demi sang anak, sekalipun nyawa jadi taruhannya. Bercerita tentang Ibu, tentu tak sebatas hanya
persoalan melindungi, menyayangi, dan merawat anak saja. Hal serupa pun bisa diperankan
oleh seorang Ayah. Meskipun sudah kodratnya,
seorang Ibu melahirkan dan menyusui. Tapi lebih dari itu, Ibu adalah mata air
kesejukan keluarga. Jika seluruh
keluarga di negeri ini bisa menikmati mata air kesejukan itu kapan saja, tak
berlebihan rasanya sebuah kalimat bijak yang mengungkapkan bahwa Ibu adalah tiang negara.
Tiang itu
tegak berdiri karena persatuan manuasia-manusia yang semakin hari semakin
banyak jumlahnya di muka bumi ini . Kelompok manusia –manusia itu terlahir dari rahim kaum ibu. Melaluinya, manusia
terus beregenerasi melalui proses kelahiran sehingga peradaban umat manusia
dapat terus berkembang. Jika anak-anak manusia tidak dapat dibumikan dengan
baik, maka keberadaan dunia, langit, dan yang ada pada keduanya itu akan menjadi
sia-sia. Oleh karenanya, tegak dan
berdirinya sebuah negara tidak lepas dari keberadaan kaum Ibu di dalamnya.
Bahkan, kaum lelaki sekalipun tidak mungkin bisa menempati bumi sendirian,
tanpa perempuan sebagai istri dan Ibu anak-anaknya. Tuhan memang menciptakan
segalanya bukan tanpa sebab. Seorang presiden
terlahir dari rahim seorang ibu, seorang perdana menteri juga lahir dari rahim
seorang ibu, kita semua lahir dari kehidupan sebelumnya di dalam rahim Ibu.
Hal yang mendasari Presiden RI pertama, Soekarno
kala itu, menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui
Dekrit Presiden Presiden No. 316 tahun 1959. Sebagai misi untuk mengenang
semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa
ini.Bermula dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra dan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta . Para
pejuang perempuan tersebut berkumpul untuk menyatukan gagasan, pikiran, dan
semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Para feminis ini menggarap berbagai isu
tentang persatuan perempuan nusantara, keterlibatan perempuan dalam perjuangan melawan
kemerdekaan, keterlibatan perempuan
dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum
perempuan. Tak hanya itu, masalah perbaikan gizi dan kesehatan
bagi ibu dan balita,
riskannya pernikahan usia dini bagi perempuan, dan masih banyak lagi
permasalahan kaum perempuan dibahas dalam kongres itu.
Salah satu hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk
Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Namun penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam Kongres
Perempuan Indonesia III pada tahun 1938, yang selanjutnya disahkan dalam bentuk
Dekrit Presiden.
Secara global, Perayaan
Hari Ibu di tiap-tiap negara variatif. Seperti di Amerika dan lebih dari
70-an negara lain seperti Australia,
Kanada, Jerman, Jepang, Belanda Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong
merayakan Mother’s Day di Hari Minggu, pekan kedua Bulan Mei . Aljazair, Republik Dominika, Maroko,
Swedia merayakan Hari Ibu pada pekan keempat Bulan Mei. Perancis merayakan Hari
Ibu pada minggu pertama Bulan Juni yang bertepatan
dengan Hari Pentakosta. Luxemburg merayakan Hari Ibu pada pekan ke-2 bulan
Juni. Kenya merayakan Hari Ibu pada
minggu terakhir Bulan Juni. Argentina merayakan Hari Ibu pada pekan ketiga
Bulan Oktober. Rusia merayakan Hari Ibu pada pekan keempat bulan Nopember.
Semua negara memiliki histori sendiri mengenai tanggal perayaan Hari Ibu.
Tak
dipungkiri, Perayaan Hari Ibu ini melahirkan pro dan kontra di masyarakat
Indonesia. Ada yang setuju menganggapnya sebagai bagian dari penghormatan
terhadap jasa-jasa Ibu, dan momentum untuk menghormati pejuang perempuan
sebelumnya, namun tak sedikit juga yang mencerca dan tak setuju Hari Ibu tak sepatutnya
di meriahkan dalam perayaan-perayaan yang sarat simbolis, sekali dalam dua
belas bulan saja. Karena berbakti kepada
Ibu seharusnya kapan saja, tanpa perlu terpancing oleh penggiringan opini dari media, bahwasanya
sebuket bunga, sajak romantis, ungkapan cinta di sosmed, dan kado teristimewa, harus melengkapi euforia di Hari Ibu ini. Tapi menurut hemat Penulis, tak ada salahnya kita larut dalam perayaan
nasional ini. Tanpa mengurangi sedikitpun rasa sayang kita kepada Ibu setiap
saat.
Ibu, Madrasah Pertama
Ibu berperan
besar dalam pembentukan watak, karakter, pola pikir, dan kepribadian
anak-anaknya. Ia adalah sekolah pertama dan utama sebelum si anak mengenyam pendidikan di sekolah formal dan
nonformal. Meski ada juga Ibu yang beranggapan, ketika anaknya sudah masuk
sekolah maka sekolahlah yang bertanggung jawab atas pendidikannya. Padahal peran ibu tidak bisa tergantikan oleh
siapapun. Ibu memiliki peran lebih dari sekolah. Jika di sekolah, melalui guru
anak-anak menggali ilmu yang sifatnya ilmiah, maka rumah melalui Ibu adalah
sekolah pembentuk attitude ,
pembentuk moral, dan konstruksi kecerdasan emosional dan spiritual anak.
Ibu adalah
"perpustakan", "pusat peradaban" dan "wadah" yang
menghimpun sifat-sifat akhlak mulia. Peran yang sangat penting ini, menuntut
seorang ibu untuk membekali dirinya dengan ilmu yang memadai. Maka seorang ibu
harus terus belajar meningkatkan kualitas dirinya. Karena, untuk mencetak
generasi yang berkualitas, diperlukan pendidik yang berkualitas pula. Karena
Ibu adalah Al -Ummu madrasah Al-ula. Bila engkau persiapkan anak dengan baik, maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang
baik dan kuat.
Mari
kita tengok kisah Sang Jenius Tomhas Alva Edison.
Penemu bola lampu modern yang berpengaruh dalam sejarah dunia. Tommy (panggilan
kecil Thomas) hanya mengecap sekolah formal
selama 3 bulan. Hal ini
dikarenakan pihak sekolah sendiri yang mengeluarkan Tommy karena kewalahan mengajar penderita gangguan
pendengaran ( tuli). Si Guru menganggap
merasa sia-sia mengajar anak bodoh tersebut hingga menyurati Ibu Tommy. Padahal umur Tommy masihlah sangat belia,
empat tahun. Dialah Sang Ibu, Nancy Matthews Edison yang merangkul dan
membangkitkan kepercayaan diri Tommy kecil. Nancy memutuskan akan mendidik
langsung anaknya di rumah, dan membuktikan keyakinannya bahwa anaknya
sesungguhnya anak yang sangat cerdas.
Selain kasih
sayang, Tommy terus dibekali ilmu pengetahuan dari Sang Ibu. Di rumah, Tommy
dapat membaca buku-buku ilmiah dewasa dan mulai mengadakan berbagai percobaan
ilmiah sendiri. Pada Usia 12 tahun, Tommy mulai bekerja sebagai penjual koran,
buah-buahan dan gula-gula di kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf,
Ia pindah dari satu kota ke kota lain. Semua karena dukungan moral sang Ibu. Tommy bertumbuh menjadi Tomhas Alva Edison,
yang seisi dunia tahu dan merasakan manfaat akan temuannya. Ini berkat Ibunya
yang memulihkan kepercayaan diri Tommy. Hal itu mungkin sangat berat, namun
Nancy tidak sekalipun mengeluh karena keterbatasan anaknya tersebut. Pada
akhirnya, Tommy tercetak sebagai seorang pencipta paling produktif pada
masanya, memegang rekor 1.093 paten atas namanya. Ia juga banyak membantu dalam
bidang pertahanan pemerintahan Amerika Serikat.
Ibu, Penawar Kegelisahan Bangsa
Di tengah
karut- marut bangsa ini, sebaiknya kita tidak
membawa diri jauh ke dalam gegap-gempita dunia. Kasus Korupsi misalnya, hal ini
ditengarai karena faktor ketidakpuasan yang berarti kuranganya rasa syukur
terhadap rezky yang telah diterima. Bisa jadi juga korupsi karena faktor
kesempatan, ada bargaining position.
Maka, selektiflah dalam bergaul dan memberikan kepercayaan kepada seseorang. Para
pejabat teras, petinggi dan pesohor negeri, yang tersandung kasus hukum
sebaiknya bercermin dari kedermawanan seorang Ibu terhadap anak-anaknya.
Mendedikasikan seluruh hidupnya untuk anak-anaknya, berada di garda terdepan
melawan orang-orang yang meragukan dan mengucilkan kemampuan sang anak. Memberikan
terbaik sebisanya. Sekalipun harus mengorbankan jiwa dan raga demi sang anak.
Bukan malah sebaliknya, bekerja di luar koridor demi menimbun rupiah-rupiah
tahta dan harta, demi pemenuhan keinginan yang tidak akan pernah ada habisnya.
Begitupun intrik-intrik politik yang terkadang keji. Tak menguatnya simpul pertemanan, yang ada hanyalah
menguatkan simpul kepentingan. Maka,
seyogyanya kita terus bersandar di nurani Ibu. Karena di sanalah, hati kecil
itu akan selalu berbicara jujur. Selamat
Hari Ibu.
1 komentar:
Assalamualaikum. Mbak Shaela, haluu 😘😘. Kunjungan perdana saya ke sini. Makasih sudah memenuhi tantangan ya. 😍
Posting Komentar