(Terbit di Harian Fajar, 20 Desember 2017)
Secara nasional, Indeks Kebahagiaan penduduk di perkotaan sebesar 71,64 . Lebih tinggi dibanding penduduk di perdesaan yang hanya 69,57. Apa yang melatarbelakanginya?
Dewasa ini, kemajuan pembangunan
banyak dinilai berdasarkan ukuran moneter saja. Misal pertumbuhan ekonomi,
penurunan angka kemiskinan, pemberantasan buta aksara, pengentasan
pengangguran, dan sederet indikator ekonomi lainnya. Namun, hal tersebut belum
cukup untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang
sesungguhnya. Ini penting dicermati,
untuk mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk ssesungguhnya. Lebih jauh,
indikator kebahagiaan merupakan ukuran yang menggambarkan tingkat kesejahteraan,
karena merupakan refleksi dari tingkat kesejahteraan yang telah dicapai oleh setiap individu. Hal
inilah yang mendasari BPS kembali melakukan Survei Pengukuran Tingkat
Kebahagiaan (SPTK) pada Maret tahun ini.
Istilah kebahagiaan lebih dipilih BPS dibandingkan
istilah kesejahteraan, karena mengacu pada penggunaan instrumen survei yang
telah dikembangkan berdasarkan ukuran kondisi objektif dan tingkat
kesejahteraan subjektif. Terdapat tiga dimensi untuk mengukur Indeks
Kebahagiaan 2017. Yaitu Dimensi Kepuasaan Hidup (Life Satisfaction), Dimensi Perasaan (Affect), dan Dimensi Makna Hidup (Eudaimonia) .
Penduduk Kota Lebih
Bahagia
Secara umum, Indeks Kebahagiaan
masyarakat Indonesia saat ini sebesar 70,69 dari skala 0-100. Angka ini
tergolong baik, sebab smua indikator berada di atas poin 50. Indeks Kebahagiaan
ini kemudian diklasifikasi berdasarkan beberapa karakteristik. Namun Penulis
lebih cenderung membahas karakteristik berdasarkan klasifikasi wilayah.
Dari hasil SPTK BPS 2017, penduduk
yang tinggal di daerah perkotaan lebih bahagia dari penduduk yang tinggal di
daerah perdesaan. Nilai indeks kebahagiaan
di kota 71,64, sementara di desa 69,57 . Dari dimensi makna hidup, masyarakat
perkotaan lebih unggul dalam beberapa indikator. Yaitu pada hal kemandirian, penguasaan
lingkungan, pengembangan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup,
dan penerimaan diri. Dari segi dimensi perasaan, masyarakat perkotaan lebih
unggul dalam hal perasaan senang, perasaan tidak tertekan, tidak khawatir/ cemas,
dan perasaan senang.
Dari aspek dimensi personal,
penduduk perkotaan unggul dalam hal pendidikan/keterampilan, pekerjaan/usaha,
pendapatan rumah tangga, kesehehatan, dan kondisi/fasilitas rumah. Di perkotaan, kemungkinan untuk memperoleh pekejaan terbuka lebar,
apalagi tipe masyarakat perkotaan yang gampang adaptif akan arus modernisasi. Fakta
ini realistis dengan karakteristik lingkungan perkotaan dengan
segala kemudahan terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sarana pendidikan
dan kesehatan, serta pusat keramaian tumpah ruah di perkotaan.
Namun ada yang menarik, meski
unggul di banyak indikator kebahagiaan, penduduk di perdesaan memiliki nilai
Indeks Subdimensi Kehidupan Hidup Sosial lebih tinggi dibanding orang di
perkotaan. Kondisi ini sesuai dengan jalinan sosial penduduk di desa yang lebih
erat dan mendalam, hubungan kekerabatan terjalin baik, dan nilai-nilai gotong
royong masih mereka junjung tinggi. Berbeda
dengan pola interaksi penduduk
perkotaan, yang cenderung individualis. Lebih jauh, kualitas lingkungan
perdesaan yang lebih baik daripada perkotaan juga menjadi alasan mengapa indikator
kepuasan sosial penduduk perdesaan lebih tinggi daripada penduduk perkotaan. Hal
lain, penduduk di desa juga cenderung memiliki kepuasaan akan rasa aman
terhadap lingkungannya
Selanjutnya, bila dilihat dari
lebih tingginya kesejahteraan subjektif penduduk perkotaan daripada perdesaan
yang ditunjukkan oleh lebih tingginya Indeks Kebahagiaan penduduk perkotaan,
hal ini ternyata sejalan dengan kesejahteraan dari sudut pandang indikator
ekonomi. Tercatat bahwa persentase penduduk miskin di perdesaan yang jauh lebih
besar dibandingkan penduduk miskin di perkotaan. Persentase penduduk miskin di
daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 7,72 persen. Sementara, persentase
penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2017 mencapai 13,93 persen (BPS,
2017). Sangat timpang bukan?
Hal ini penting menjadi perhatian
Pemerintah Desa yangberperan sebagai penggerak dalam memperbaiki kualitas hidup
penduduk di desa. Sehingga diharapkan
akan membawa tingkat kesejahteraan yang
tinggi penduduk desa. Terutama dalam mengoptimalkan Dana Alokasi Umum Desa, untuk pembangunan kualitas manusia
dan sarana umum di pedesaaan
Indeks Kebahagiaan di
Sulsel
Indeks Kebahagiaan di Sulsel
menyentuh angka 71,91, jauh di atas angka nasional 70,69. Angka ini menempatkan Sulsel di urutan ke-15 dari 34
provinsi. Indeks kebahagiaan penduduk di perkotaan Sulsel 73,50, juga lebih
tinggi dibanding penduduk di perdesaan sebesar 70,80. Dan dari karakteristik
lain terbaca, penduduk dengan kelompok umur 25-40 tahun lebih bahagia dibanding
kelompok umur lain. Sementara dari karakteristik tingkat pendidikan, menyatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka indeks kebahagiaannya
pun ikutan naik. Sama halnya, dengan pendapatan rumah tangga per bulannya,
semakin tinggi rupiah pendapatan yang
dierima, maka akan berimbas pula pada kenaikan indeks kebahagian. Dan seolah
menjadi gambaran nyata
negeri ini, Indeks Kepuasaan Hidup Sub Dimensi Sosial lebih tinggi di perdesaan
dibanding perkotaan. Yang artinya, masyarakat di kota boleh saja lebih bahagia
dari segala aspek. Namun dari segi ikatan sosial, penduduk di desa lebih solid.
0 komentar:
Posting Komentar