Polemik
awal tahun ini terkait impor beras pemerintah menuai pro kontra. Sebagai negara
agraris, keputusan impor beras 500 ribu ton
dinilai aneh. Kementerian Pertanian optimis menggaungkan surplus beras,
sementara Kementerian Perdagangan mengatakan stok beras defisit. Sehingga butuh
cadangan beras nasional melalui impor. Siapa yang sesungguhnya sedang berspekulasi?
Di mana peran BPS sebagai produsen data produksi beras?
Padi merupakan
komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia, mengingat ia adalah
kebutuhan mendasar manusia. Karena perannya yang strategis, maka banyak pihak-pihak yang mengintervensi data padi dari
hulu ke hilir. Hal ini dapat terlihat dari gonjang-ganjing data produksi beras
yang berbeda. Masing-masing pihak mengklaim dirinya benar. Seperti ada hidden agenda. Kementerian Pertanian mengejar surplus demi
prestasi. Sementara Kementerian Perdagangan pun punya prestise tiap ton beras
yang diimpor.
Badan
Pusat Statistik sebagai lembaga independen penyedia data, tentu punya wewenang
penuh untuk menghitung
dan merilis data produksi padi. Sebagai informasi, data produksi dihasilkan
dari pengalian data luas panen dan produktifitas padi. Selama ini, data
luas panen diperoleh bukan dari pengukuran (objective
measurement), melainkan dengan metode eye
estimate (sejauh mata memandang) menggunakan sistem blok pengairan,
perkiraan penggunaan pupuk, dan lain-lain, dengan menggunakan daftar isian Statistik Pertanian (SP). Cara ini cenderung
bias karena berdasarkan subjektif
petugas. Hal inilah diduga menjadi biang penyebab data produksi padi yang overestimate secara nasional.
Sementara dari Hasil
Sensus Pertanian (ST2013) BPS mencatat jumlah rumah tangga usaha
tanaman padi di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 14,1 juta rumah tangga,
mengalami penurunan sebanyak 58 ribu rumah tangga (-0,41 persen)
dibandingkan tahun 2003. Tentu jumlah ini
berpotensi berkurang, mengingat fenomena alih fungsi areal persawahan
semakin marak beberapa tahun terakhir. Peneliti Ekonomi Indef,
Bhima Yudhistira dalam sebuah tulisannya mengatakan saat ini laju konversi
lahan pertanian sekitar 100 ribu ha per tahun, membuktikan kian masifnya alih
fungsi lahan pertanian produktif di Indonesia. Salah satu dampaknya ialah
produktivitas lahan pertanian terus mengalami penurunan. Sementara untuk data produksi padi sendiri, tidak drilis BPS dalam dua
tahun terkahir karena pembenahan metodologi baru ini.
Melibatkan Teknologi
Ialah Kerangka Sampel Area (KSA).
Metode baru yang dikembangkan BPS bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melahirkan data luas panen yang lebih akurat
dan faktual. Metode ini lebih obyektif dan modern, mengikuti kemajuan zaman
dengan melibatkan perangkat teknologi.
Alat stratifikasi yang digunakan
adalah peta topografi/ peta tematik yang telah terisntal dalam aplikasi KSA
dalam perangkat handphone berbasis android. Petugas digiring untuk mencari
titik lokasi amat dalam segmen yang telah ditentukan oleh sistem. Memotret fase
pertumbuhan padi mulai saat memasuki fase vegetatif awal, vegetatif akhir,
generatif, panen, persiapan lahan,puso, atau memotret titik amat dalam segmen
lahan yang bukan padi dan bukan sawah.
Periode pengumpulan data KSA ini
ialah minggu terakhir tiap bulan berjalan. Hal ini untuk memastikan fase
tanaman padi yang sedang berjalan. Data ini nantinya diharap bisa mewakili luas
panen secara akurat dan komperehensif di seluruh wilayah Indonesia.
KSA didefinisikan sebagai teknik
pendekatan penyampelan yang menggunakan area lahan sebagai unit enumerasi.
Sistem ini berbasis teknologi sistem informasi geografi (SIG), pengideraan
jauh, teknologi informasi, dan statistika yang saat ini sedang
diimplementasikan di Indonesia untuk perolehan data dan informasi pertanian
tanaman pangan. Pendekatan KSA diharapkan mampu menjawab penyediaan data dan
informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mendukung perencanaan Program
Ketahanan Pangan Nasional (BPS, 2017), juga mewujudkan realisasi program Nawacita di sektor
pertanian.
Pelaksanaan di Lapangan
Bulan pertama pelaksanaannya,
kegiatan KSA ini terbilang sulit. Untuk mencari titik amat dalam segmen yang
telah ditentukan, petugas harus berjalan kaki beberapa km, menyeberang sungai,
naik turun gunung, membelah areal persawahan, menyibak semak-semak belukar
untuk mencari titik amat yang telah ditentukan. Kemudian melaporkannya melalui
perangkat android. Output KSA nantinya diharapkan lebih akurat dan kredibel
secara metodologi untuk menghitung luas panen. Sisa memaksimalkan data
produktifitas yang bersumber dari hasil ubinan sampel padi sawah oleh petugas
BPS dan instansi teknis.
Data ialah pangkal dari semua
kebijakan publik. Ketika hasil teknologi KSA ini telah bekerja dan menghasilkan
angka. Maka, Kementerian dan stakeholder terkait seyogyanya berpijak dari data
tersebut. Mengambil kebijakan mengenai data penyediaan beras. Apakah kita
benar-benar surplus. Atau kelaparan di lumbung sendiri. Menyusun win-win solution. Sehingga bisa
memberikan kebijakan yang tepat sasararan, mengawal dan memastikan pendistribusian
kebijakan tersebut sampai kepada petani.
Janganlah kita dibayang-bayangi antara ilusi surplus beras dan ironi impor
beras. Biarkan data yang berbicara.
#Perempuanbpsmenulis
#menulisasyikbahagia
#15haribercerita
#harike-6
#Perempuanbpsmenulis
#menulisasyikbahagia
#15haribercerita
#harike-6
0 komentar:
Posting Komentar