RSS

Kamis, 25 April 2013

Sejuta Asa dari Sang 'TKI'



                  “Jika harus mengabdikan sebagian hidupku demi kebahagianmu, Nak! Saya akan memilih pilihan sesulit apapun…”
 
                Matanya nanar, mulutnya mengap-mengap menahan kantuk. Bulu kuduknya merinding, tak tahan dengan tusukan udara dingin pagi buta ini. Papan informasi bandara perihal kedatangan ibundanya jelas, pesawat dari Jakarta yang ditumpangi ibunda sudah posisi landing. Kedua kakaknya sudah mengambil posisi pas  di depan pintu kedatangan  penumpang pesawat. Meskipun tidur lelap ketiga bocah ini terusik hanya dengan sekali tepukanku, kakak sepupunya. Ketiganya sadar dan langsung berlompat. Subuh ini ibunda yang sepanjang tahun ini tak menemani hari-harinya, ibunda yang tak putus menasehati lewat suara di ujung telepon, ibunda yang tiap bulannya tak putus mengirimkan lembar-lembar rupiah untuk uang sekolahnya, tak lama lagi secara fisik akan mendekap tubuh kecil mereka.
                Sudah berapa puluh manusia keluar di pintu kedatangan, tetapi sosok mungil yang dinanti-nanti belumlah menunjukkan batang hidungnya. Si bungsu berumur lima tahun ini lagi-lagi menguap panjang. Ekor matanya melirik seorang anak kecil yang memeluk robot mainan, berjalan beriringan dalam pelukan ibu dan ayahnya. Entah apa dipikiran bocah lima tahun ini.  Sebagai kakak sepupu, saya miris melihat mimik polos bocah bernama Alfat ini. Ada keinginan yang sangat besar di sana. Tangan saya lantas meraih tangannya, menggenggam dan mengalihkan perhatiannya ke pintu kedatangan.

Jumat, 19 April 2013

MAROS, I'm Falling in Love !!!


                 Rasa lokal, sejatinya adalah rasa khas dari hal unik yang merupakan potensi  suatu wilayah. Entah itu potensi alam, maupun potensi yang terbentuk dari kultur dan output  Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tiap daerah tentunya memiliki Local Flavour tersendiri. Dan kita, sebagai bagian dari mata rantai individu-individu suatu daerah, harus menunjukkan kebanggaan dan rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi terhadap daerah masing-masing, sebagai bentuk rasa sukacita akan tanah tempat kita berpijak sekarang.
             Dua tahun yang lalu, sejak saya terangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kota ini telah menjadi bagian terpenting dalam perjalanan hidup saya. Meski, tak satu pun sanak keluarga yang saya miliki di kota ini. Namun seiring waktu, potret kota bersahaja dan keharmonisasian masyarakatnya yang berasal dari Suku Bugis dan Makassar, membuat saya jatuh hati dengan kota yang secara administratif berstatus kabupaten ini. Daerah dengan julukan Butta Salewangang ini merupakan poros jalan propinsi. Sebagai penopang sendi-sendi perekonomian Sulawesi Selatan (Sul-Sel), karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Propinsi. Dan aset sumber daya alam yang melimpah  di daerah ini,  sangat berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sul-Sel. Diantaranya dari sektor pariwisata, pertambangan/penggalian, industri, perdagangan,  dan pertanian.

Rabu, 10 April 2013

'Rumahku Istanaku'


Rumah adalah istana. Kiasan ini terkesan berlebihan, tapi seperti itulah adanya ketika bercerita mengenai tempat tinggal. Meninggali istana, tak mesti menghabiskan anggaran yang gila-gilaan. Tapi istana sejatinya hadir dalam hati si empunya rumah. Seberapa besar dia menciptakan rasa damai dan tentram sebagai pelengkap istananya. Hal terpenting adalah bagaimana merasa nyaman di istana sendiri. Ada beberapa faktor yang mendukungnya. Selain keindahan dari rumah itu sendiri, juga didukung oleh atmosfer yang terbangun di sekitar rumah. Hubungan yang baik dengan tetangga sekitar, secara tak langsung memberikan efek positif dalam keseharian kita.

Potret Buram ‘PENDIDIKAN’ Kita



Matahari  lagi garang-garangnya siang itu. Sangat terik,  hingga ubun-ubun ini penuh oleh rekahan keringat.  Untuk kepentingan kantor, saya mengunjungi salah satu koperasi di pusat Kota Maros. Dan lagi, untuk keperluan survei keuangan lembaga, dalam hal ini sektor koperasi.  Koperasi ini tepatnya menaungi guru-guru SD di Kota Maros. Keluar dari ruangan bendahara, dua ibu-ibu yang kutaksir umurnya berkepala lima  sontak menanyaiku mengenai ketersediaan uang, serta jumlah uang yang hendak  kupinjam. Saya menimpali tersenyum. Dan mereka lalu nyerocos tanpa kutanyai, bahwa keperluannya kali ini untuk meminjam beberapa juta duit untuk keperluan kuliah. Mengejar pendidikan strata satu. Saya pun mempertegas. Apakah yang ingin kuliah benar mereka? atau anak? ataukah cucunya?Dan mereka kompak menjawab, kuliah untuk diri mereka sendiri.