RSS

Kamis, 21 Desember 2017

Penduduk Perkotaan Lebih Bahagia


(Terbit di Harian Fajar, 20 Desember 2017)

Secara nasional, Indeks Kebahagiaan penduduk di perkotaan  sebesar 71,64 . Lebih tinggi dibanding penduduk di perdesaan  yang hanya 69,57. Apa yang melatarbelakanginya?

Dewasa ini, kemajuan pembangunan banyak dinilai berdasarkan ukuran moneter saja. Misal pertumbuhan ekonomi, penurunan angka kemiskinan, pemberantasan buta aksara, pengentasan pengangguran, dan sederet indikator ekonomi lainnya. Namun, hal tersebut belum cukup untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.  Ini penting dicermati, untuk mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk ssesungguhnya. Lebih jauh, indikator kebahagiaan merupakan ukuran yang menggambarkan tingkat kesejahteraan, karena merupakan refleksi dari tingkat kesejahteraan  yang telah dicapai oleh setiap individu. Hal inilah yang mendasari BPS kembali melakukan Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) pada Maret tahun ini. 
Istilah  kebahagiaan lebih dipilih BPS dibandingkan istilah kesejahteraan, karena mengacu pada penggunaan instrumen survei yang telah dikembangkan berdasarkan ukuran kondisi objektif dan tingkat kesejahteraan subjektif. Terdapat tiga dimensi untuk mengukur Indeks Kebahagiaan 2017. Yaitu Dimensi Kepuasaan Hidup (Life Satisfaction), Dimensi Perasaan (Affect), dan Dimensi Makna Hidup (Eudaimonia) .
Penduduk Kota Lebih Bahagia
Secara umum, Indeks Kebahagiaan masyarakat Indonesia saat ini sebesar 70,69 dari skala 0-100. Angka ini tergolong baik, sebab smua indikator berada di atas poin 50. Indeks Kebahagiaan ini kemudian diklasifikasi berdasarkan beberapa karakteristik. Namun Penulis lebih cenderung membahas karakteristik berdasarkan klasifikasi wilayah.

HARI IBU dan Kegelisahan Bangsa


            “Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang untung aku anakmu. Ibuku sayang masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah penuh nanah…”

Sepenggal lirik indah nan haru Iwan Fals di lagunya berjudul ‘Ibu’ ini, sungguh menyentuh nurani. Menceritakan betapa kerasnya jalan seorang Ibu bertahan hidup, demi  menyanggupi kebutuhan hidup anaknya. Rintangan seberat apapun akan dilalui demi sang anak, sekalipun nyawa  jadi taruhannya. Bercerita tentang Ibu, tentu tak sebatas hanya persoalan melindungi, menyayangi, dan  merawat anak saja. Hal serupa pun bisa diperankan oleh seorang Ayah. Meskipun  sudah kodratnya, seorang Ibu melahirkan dan menyusui. Tapi lebih dari itu, Ibu adalah mata air kesejukan keluarga.  Jika seluruh keluarga di negeri ini bisa menikmati mata air kesejukan itu kapan saja, tak berlebihan rasanya sebuah  kalimat bijak  yang mengungkapkan bahwa Ibu adalah  tiang  negara.

Tiang itu tegak berdiri karena persatuan manuasia-manusia yang semakin hari semakin banyak jumlahnya di muka bumi ini . Kelompok manusia –manusia itu  terlahir dari rahim kaum ibu. Melaluinya, manusia terus beregenerasi melalui proses kelahiran sehingga peradaban umat manusia dapat terus berkembang. Jika anak-anak manusia tidak dapat dibumikan dengan baik, maka keberadaan dunia, langit, dan yang ada pada keduanya itu akan menjadi sia-sia.  Oleh karenanya, tegak dan berdirinya sebuah negara tidak lepas dari keberadaan kaum Ibu di dalamnya. Bahkan, kaum lelaki sekalipun tidak mungkin bisa menempati bumi sendirian, tanpa perempuan sebagai istri dan Ibu anak-anaknya. Tuhan memang menciptakan segalanya bukan tanpa sebab.  Seorang presiden terlahir dari rahim seorang ibu, seorang perdana menteri juga lahir dari rahim seorang ibu, kita semua lahir dari kehidupan sebelumnya di dalam rahim Ibu.

Senin, 18 Desember 2017

Ustadz Felix Siauw

Anda sebagai seorang muslim, apakah anda tidak punya tanggungjawab terhadap agama Anda sendiri? Yang kemudian Anda bersyahadat dengan agama Anda sendiri itu. Kemudian Anda biarkan saja agama Anda diperolok-olok orang lain? Kemudian dijadikan bahan cercaan orang-orang lain. Kenapa orang yang membela agamanya dikatakan intoleransi?Bagaimana mungkin ada orang muslim yang anti dengan syahadatnya sendiri?

Sepenggal kalimat di atas ialah lisan dari Ustadz Felix Siauw kala menjadi salah satu pembicara di salah satu televisi nasional kemarin dulu (12/12). Lancar, tenang, namun menohok. Pada kesempatan baik itu, tema yang dibicarakan ialah esensi Reuni 212. Perlu atau tidak. Duduk bersama para tokoh-tokoh terkenal, dari kalangan anggota DPR, Penggiat Medsos, Pengamat Politik, Ahli hukum, Budayawan, dll.
Ada yang mengaduk-ngaduk emosi tatkala beberapa pembicara nyinyir, skeptis, malah terkesan hate speech dengan aksi bela Islam 212 yang diklaim ditunggangi nuansa politis. Dan hanya berdasarkan uang dan materi semata. Ustdz Felix Siauw hadir bak siraman hujan di tengah gersangnya ilmu beberapa pembicara.

Kevin Gideon


Bagi penikmat olahraga bulutangkis, siapa yang tidak kenal dengan Kevin Sukamulyo dan Gideon Markus? Pemain nomor ganda putra Indonesia yang semalam tampil memukau, menunjukkan kapasitas internasionalnya, setelah sukses menyabet juara di BWF Dubai Super Series Finals 2017. Ajang bergengsi dunia, yang hanya diikuti oleh 8 pemain terbaik dengan rangking 8 besar untuk masing-masing sektor.

Prestasi ini menutup tahun gemilang untuk Kevin dan Marcus. Puncak kejuaraan tertinggi telah diraih. Hal yang membanggakan Indonesia, sebab tahun lalu tak mendapat juara satupun untuk turnamen yang berhadiah bombastis ini.

Si Bontot yang Tak Lagi Kecil

Ketika memperkenalkan kekasihnya ini setahun lalu kepada kami, saya sempat bergurau padanya. "Mau menetap di Papua yah selamanya?"Nekat bener mau memperistri orang sana. Mau tidak mau, tentu Ia (read: istri) tak ingin jauh-jauh dari keluarganya. Dijawabnya  penuh makna, "saya tahu diri kok kaka."

Berpuluh tahun sebagai saudara sedarah, saya paham betul karakternya. Dia bungsu, namun dewasa akan pilihan-pilihan yang terbaik dalam hidupnya.  Sangat jarang menyusahkan orang. Terlihat cuek, namun sebenarnya jiwanya visioner.

Saya ingat ketika pasca yudisium wisuda tahun 2010, Ia mengabarkan jika tengah bekerja di salah satu mini market di kawasan industri. Sebagai teknisi listrik. Bidang yang memang digelutinya di bangku kuliah. Saya sempat tanya. Apa tidak kecapean dengan jam kerja malam. Jarak yang lumayan jauh tentu menguras bukan hanya energi, namun juga bahan bakar motor. Fee sebagai karyawan baru juga seberapa. "Semua kan bermula dari hal kecil, "jawabnya.