RSS

Kamis, 21 Desember 2017

HARI IBU dan Kegelisahan Bangsa


            “Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang untung aku anakmu. Ibuku sayang masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah penuh nanah…”

Sepenggal lirik indah nan haru Iwan Fals di lagunya berjudul ‘Ibu’ ini, sungguh menyentuh nurani. Menceritakan betapa kerasnya jalan seorang Ibu bertahan hidup, demi  menyanggupi kebutuhan hidup anaknya. Rintangan seberat apapun akan dilalui demi sang anak, sekalipun nyawa  jadi taruhannya. Bercerita tentang Ibu, tentu tak sebatas hanya persoalan melindungi, menyayangi, dan  merawat anak saja. Hal serupa pun bisa diperankan oleh seorang Ayah. Meskipun  sudah kodratnya, seorang Ibu melahirkan dan menyusui. Tapi lebih dari itu, Ibu adalah mata air kesejukan keluarga.  Jika seluruh keluarga di negeri ini bisa menikmati mata air kesejukan itu kapan saja, tak berlebihan rasanya sebuah  kalimat bijak  yang mengungkapkan bahwa Ibu adalah  tiang  negara.

Tiang itu tegak berdiri karena persatuan manuasia-manusia yang semakin hari semakin banyak jumlahnya di muka bumi ini . Kelompok manusia –manusia itu  terlahir dari rahim kaum ibu. Melaluinya, manusia terus beregenerasi melalui proses kelahiran sehingga peradaban umat manusia dapat terus berkembang. Jika anak-anak manusia tidak dapat dibumikan dengan baik, maka keberadaan dunia, langit, dan yang ada pada keduanya itu akan menjadi sia-sia.  Oleh karenanya, tegak dan berdirinya sebuah negara tidak lepas dari keberadaan kaum Ibu di dalamnya. Bahkan, kaum lelaki sekalipun tidak mungkin bisa menempati bumi sendirian, tanpa perempuan sebagai istri dan Ibu anak-anaknya. Tuhan memang menciptakan segalanya bukan tanpa sebab.  Seorang presiden terlahir dari rahim seorang ibu, seorang perdana menteri juga lahir dari rahim seorang ibu, kita semua lahir dari kehidupan sebelumnya di dalam rahim Ibu.

Hal  yang mendasari Presiden RI pertama, Soekarno  kala itu, menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden Presiden No. 316 tahun 1959. Sebagai misi untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini.Bermula dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra dan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta . Para pejuang perempuan tersebut berkumpul untuk menyatukan gagasan, pikiran, dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Para feminis ini menggarap berbagai isu tentang persatuan perempuan nusantara,  keterlibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, keterlibatan  perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan. Tak hanya itu, masalah perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu  dan balita, riskannya pernikahan usia dini bagi perempuan, dan masih banyak lagi permasalahan kaum perempuan dibahas dalam kongres itu.

 Salah satu hasil dari kongres  tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Namun penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938, yang selanjutnya disahkan dalam bentuk Dekrit Presiden.         
Secara global, Perayaan Hari Ibu di tiap-tiap negara variatif. Seperti di Amerika dan lebih dari 70-an  negara lain seperti Australia, Kanada, Jerman, Jepang, Belanda Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong merayakan Mother’s Day di Hari Minggu, pekan kedua Bulan Mei . Aljazair, Republik Dominika, Maroko, Swedia merayakan Hari Ibu pada pekan keempat Bulan Mei. Perancis merayakan Hari Ibu pada minggu pertama  Bulan Juni yang bertepatan dengan Hari Pentakosta. Luxemburg merayakan Hari Ibu pada pekan ke-2 bulan Juni.  Kenya merayakan Hari Ibu pada minggu terakhir Bulan Juni. Argentina merayakan Hari Ibu pada pekan ketiga Bulan Oktober. Rusia merayakan Hari Ibu pada pekan keempat bulan Nopember. Semua negara memiliki histori sendiri mengenai tanggal perayaan Hari Ibu.
Tak dipungkiri, Perayaan Hari Ibu ini melahirkan pro dan kontra di masyarakat Indonesia. Ada yang setuju menganggapnya sebagai bagian dari penghormatan terhadap jasa-jasa Ibu, dan momentum untuk menghormati pejuang perempuan sebelumnya, namun tak sedikit juga yang mencerca dan tak setuju Hari Ibu tak sepatutnya di meriahkan dalam perayaan-perayaan yang sarat simbolis, sekali dalam dua belas bulan saja.  Karena berbakti kepada Ibu seharusnya kapan saja, tanpa perlu terpancing oleh  penggiringan opini dari media, bahwasanya sebuket bunga, sajak romantis, ungkapan cinta di sosmed, dan kado teristimewa, harus melengkapi  euforia di Hari Ibu ini.  Tapi menurut hemat Penulis, tak   ada salahnya kita larut dalam perayaan nasional ini. Tanpa mengurangi sedikitpun rasa sayang kita kepada Ibu setiap saat.

Ibu, Madrasah Pertama
Ibu berperan besar dalam pembentukan watak, karakter, pola pikir, dan kepribadian anak-anaknya. Ia adalah sekolah pertama dan utama sebelum si  anak  mengenyam pendidikan di sekolah formal dan nonformal. Meski ada juga Ibu yang beranggapan, ketika anaknya sudah masuk sekolah maka sekolahlah yang bertanggung jawab atas pendidikannya.  Padahal peran ibu tidak bisa tergantikan oleh siapapun. Ibu memiliki peran lebih dari sekolah. Jika di sekolah, melalui guru anak-anak menggali ilmu yang sifatnya ilmiah, maka rumah melalui Ibu adalah sekolah pembentuk attitude , pembentuk moral, dan konstruksi kecerdasan emosional dan spiritual anak.                                                       
Ibu adalah "perpustakan", "pusat peradaban" dan "wadah" yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia. Peran yang sangat penting ini, menuntut seorang ibu untuk membekali dirinya dengan ilmu yang memadai. Maka seorang ibu harus terus belajar meningkatkan kualitas dirinya. Karena, untuk mencetak generasi yang berkualitas, diperlukan pendidik yang berkualitas pula. Karena Ibu adalah Al -Ummu madrasah Al-ula. Bila engkau persiapkan anak dengan baik,  maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang baik dan kuat.
            Mari kita tengok kisah Sang Jenius  Tomhas Alva Edison. Penemu bola lampu modern yang berpengaruh dalam sejarah dunia. Tommy (panggilan kecil Thomas) hanya mengecap sekolah formal  selama  3 bulan. Hal ini dikarenakan    pihak sekolah sendiri yang mengeluarkan Tommy  karena kewalahan mengajar penderita gangguan pendengaran ( tuli).  Si Guru menganggap merasa sia-sia mengajar anak bodoh tersebut hingga menyurati Ibu Tommy.  Padahal umur Tommy masihlah sangat belia, empat tahun. Dialah Sang Ibu,  Nancy  Matthews Edison yang merangkul dan membangkitkan kepercayaan diri Tommy kecil. Nancy memutuskan akan mendidik langsung anaknya di rumah, dan membuktikan keyakinannya bahwa anaknya sesungguhnya anak yang sangat cerdas.

Selain kasih sayang, Tommy terus dibekali ilmu pengetahuan dari Sang Ibu. Di rumah, Tommy dapat membaca buku-buku ilmiah dewasa dan mulai mengadakan berbagai percobaan ilmiah sendiri. Pada Usia 12 tahun, Tommy mulai bekerja sebagai penjual koran, buah-buahan dan gula-gula di kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf, Ia pindah dari satu kota ke kota lain. Semua karena dukungan moral sang Ibu.  Tommy bertumbuh menjadi Tomhas Alva Edison, yang seisi dunia tahu dan merasakan manfaat akan temuannya. Ini berkat Ibunya yang memulihkan kepercayaan diri Tommy. Hal itu mungkin sangat berat, namun Nancy tidak sekalipun mengeluh karena keterbatasan anaknya tersebut. Pada akhirnya, Tommy tercetak sebagai seorang pencipta paling produktif pada masanya, memegang rekor 1.093 paten atas namanya. Ia juga banyak membantu dalam bidang pertahanan pemerintahan Amerika Serikat.

Ibu, Penawar Kegelisahan Bangsa
Di tengah karut- marut bangsa ini,  sebaiknya kita tidak membawa diri jauh ke dalam gegap-gempita dunia. Kasus Korupsi misalnya, hal ini ditengarai karena faktor ketidakpuasan yang berarti kuranganya rasa syukur terhadap rezky yang telah diterima. Bisa jadi juga korupsi karena faktor kesempatan, ada bargaining position. Maka, selektiflah dalam bergaul dan memberikan kepercayaan kepada seseorang. Para pejabat teras, petinggi dan pesohor negeri, yang tersandung kasus hukum sebaiknya bercermin dari kedermawanan seorang Ibu terhadap anak-anaknya. Mendedikasikan seluruh hidupnya untuk anak-anaknya, berada di garda terdepan melawan orang-orang yang meragukan dan mengucilkan kemampuan sang anak. Memberikan terbaik sebisanya. Sekalipun harus mengorbankan jiwa dan raga demi sang anak. Bukan malah sebaliknya, bekerja di luar koridor demi menimbun rupiah-rupiah tahta dan harta, demi pemenuhan keinginan yang tidak akan pernah ada habisnya. Begitupun intrik-intrik politik yang terkadang keji. Tak menguatnya  simpul pertemanan, yang ada hanyalah menguatkan  simpul kepentingan. Maka, seyogyanya kita terus bersandar di nurani Ibu. Karena di sanalah, hati kecil itu akan selalu berbicara jujur.  Selamat Hari Ibu.    







1 komentar:

Nurin Ainistikmalia mengatakan...

Assalamualaikum. Mbak Shaela, haluu 😘😘. Kunjungan perdana saya ke sini. Makasih sudah memenuhi tantangan ya. 😍

Posting Komentar