RSS

Senin, 23 Oktober 2017

Statistik Untuk Knowledge, Statistik Untuk Bangsa





Terbit di Harian Fajar, 5 Oktober 2017
 (Shaela Mayasari, Penulis adalah Koordinator Statistik Kecamatan Mandai, BPS Kab. Maros)
Masyarakat  Indonesia dewasa ini, khususnya generasi millenial tengah menikmati  euforia kemajuan IT (Information Technology). Larut dalam hiruk-pikuk sosial media. Namun, abai akan IS (Information Science). Salah satu  ujung tombak  IS ialah data statistik. Memperolehnya, melalui proses ilmiah mulai pengumpulan, pengolahan, hingga penyajian.  BPS sebagai lembaga resmi penyedia data statistik pemerintah, punya andil besar dalam menyajikan fakta melalui data yang dihasilkan. Jangan sampai, kita buta ilmu dalam megahnya sebuah perpustakaan.
Hasil listing Sensus Ekonomi 2016 (SE16) menunjukkan ada 26,71 juta usaha/perusahaan non pertanian yang dikelompokkan dalam 15 kategori lapangan usaha sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2015. Jumlah itu meningkat 17,51 % dibandingkan dengan hasil Sensus Ekonomi 2006 (SE06) 10 tahun lalu. Dan Usaha Mikro Kecil (UMK) mendominasi usaha di negeri ini sebanyak 98,33 %.

            Hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013 diperoleh jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan di Indonesia sebesar 17.728.185 rumah tangga. Dibandingkan tahun 2003, jumlah tersebut mengalami penurunan sebanyak 979.867 rumah tangga. Sementara Jumlah penduduk Indonesia hasil Sensus Penduduk 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa, di daerah perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa (49,79 %) dan di daerah perdesaan sebanyak 119.321.070 jiwa (50,21 %). Penduduk laki-laki Indonesia sebanyak 119. 630.913 jiwa dan perempuan sebanyak 118.010.413 jiwa. Seks Rasio adalah 101, berarti terdapat 101 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.
            Sederet data di atas adalah produkBPS dalam menjalankan tiga kegiatan akbarnya satu dekade terakhir. Data di atas dilahirkan dari proses panjang. Mulai perencanaan, pengumpulan data, batching, editing coding, pengolahan, validasi, hingga desiminasi. Selain itu, ada berita resmi statistik lainnya yang dirilis tiap awal bulannya. Mulai data Nilai Tukar Petani, Transportasi, Wisatawan Mancanegara, Tingkat Hunian Hotel, Inflasi,  Perdagangan Ekspor Impor dan publikasi  dan tahunan lainnya.
            Produk ini tentu di butuhkan para konsumen data. Pemerintah harus memiliki rujukan data penduduk dan data BPS lainnya guna menyusun kebijakan-kebijakan strategis. Akademisi membutuhkan data statistik pertanian guna menunjang riset penelitiannya. Pun kepentingan sektor swasta, mulai investor hingga pelaku usaha lainnya membutuhkan data gambaran             hasil Sensus Ekonomi untuk memetakan horison pandang pemasarannya, dan mengetahui segmen pasarnya. Merencanakan, membangun, mengevaluasi sebuah kinerja, atau melahirkan rule  tentu membutuhkan ukuran. Ialah data. Jangan sampai kemajuan IT mengerus kesensitifitasan kita untuk malas memaknai statistik secara komprehensif. Yang ada, kita ditarik masuk dalam lingkaran hoax yang tidak bertepi.  Jamak orang menginterpretasi data BPS dari kulitnya saja, tanpa memahami unsur mata rantai pengetahuan yang obyektif di dalamnya.
Tengok saja, beberapa bulan lalu ramai berita hoax tentang data kemiskinan yang dirilis BPS. Ada juga gubernur yang mencak-mencak akan inkonsistensi antar tabel data jumlah penduduk dalam Publikasi Daerah Dalam Angka. Juga data surplus produksi beras yang diklaim mengada-ada. Padahal data tersebut lahir dari proses ilmiah, metodologi yang kuat, SDM yang berkompeten, dan core values yang telah tertanam. Jika kita memaknai statistik secara menyeluruh, semua berita tersebut dapat dipertanggungjawabkan asal muasalnya. Rasional, obyektif,  independen, dan fair.
Kebenaran sejati tidak ada di bumi ini. Statistik adalah knowledge untuk memotret fenomena yang ada dalam suatu wilayah. Memotret kejadian dan aktifitas beragam sektor pembangunan. Memotret suatu karakteristik populasi. Lalu kemudian mengabarkannya kepada khalayak.
             Memahami data statistik harus dengan pikiran jernih dan hati yang bening. Tidak terkontaminasi intrik apapun. Sebelum mengambil keputusan untuk percaya atau tidak dengan data statistik. Sebaiknya pahami konsep yang dianut. Bisa saja terjadi mis-interpretasi. Misal jumlah penduduk BPS dengan instansi lain. Dari segi konsep , konsep penduduk antara BPS dengan instansi teknis lain berbeda, sudah pasti data yang dihasilkan pun berbeda. Pun dengan beberapa konsep lainnya.
                        Kunci keberhasilan keakuratan data juga terletak dari pihak responden.  Tantangan lain yang kerap ada ialah keengganan reponden memberikan data yang dibutuhkan secara transparan dan benar adanya. Banyak faktor dibaliknya. Ketakutan akan beban pajak, takut datanya disalahgunakan, takut tidak memperoleh bantuan dari pemerintah. Yang terakhir adalah alasan paling krusial.  Mind set sebagian besar masyarakat sudah menganggap jika setiap pendataan BPS akan berujung eksekusi nama-nama penerima bantuan pemerintah. Padahal, BPS tidak punya kepentingan akan itu. UU No16 Tahun 1997 sebagai payung hukum BPS juga menjamin kerahasiaan data responden.  Data primer yang diperoleh dari rumah tangga dan perusahaan, tentu diharap akan melahirkan kebijakan yang tepat sasaran. Namun jika sedari awal data yang diberikan responden telah bias dan tidak jujur, maka tentu kebijakan yang dihasilkan pun berdampak sama. Mari Bekerja Bersama Dengan Data.

0 komentar:

Posting Komentar