RSS

Kamis, 31 Januari 2013

Ironi Kisah Cinta Habibie Ainun




          Kisah cinta Habibie Ainun, boleh jadi membius seluruh lapisan masyarakat saat ini. Hati siapa yang tidak tergugah, melihat kata setia kokoh bertengger hingga akhir hayat. Cinta yang tak pernah luntur termakan usia senja. Dan semangat yang terus bermekaran karena  dukungan penuh dari kekasih hati. Buku berikut filmnya  yang menceritakan kisah dua sejoli ini, laku keras di pasaran. Berminggu-minggu filmnya masih terpajang manis di bioskop-bioskop kota. Dan antrian panjang  penonton yang menembus dua juta orang selama sebulan, menjadi bukti orang-orang tersihir akan romantisme mereka.

Maka menjadi aneh, ketika seorang kawan baik saya malah muak dengan membludaknya film ini. Baginya, buku maupun film Habibie Ainun tak lebih dari ekploitasi berlebih ranah pribadi mereka. Habibie secara tak langsung mengkomersialkan kisah pribadinya, hal yang sangat privasi menurutnya. Dan parahnya lagi, masyarakat Indonesia justru mengapresiasi baik histori percintaan mantan orang nomor satu di negeri ini. Sutradara pun sontak mendapat durian runtuh, film ini barangkali satu-satunya film di Indonesia yang ditonton oleh semua lapisan umur.

Kawanku ini bukan berati tak berperasaan. Dia sangat cerdas dan  cukup realistis. Maka, mengenai ketidak sukaannya terhadap film Habibie Ainun, pastilah karena pertimbangan dan alasan yang sangat logis. Di luar negeri,  kisah cinta Habibie Ainun sedikitpun tidak terendus. Prestasi dan kejeniusannya- lah jadi tanduk bagi orang-orang besar di negara-negara maju menunduk segan padanya. Habibie menjadi ‘permata’ dunia, terkhusus di Negeri Panser, karena penemuan teori-teorinya di industri pesawat terbang. Berpuluh-puluh tahun ia mengabdi di negeri orang. Beberapa rumusan teorinya dipatenkan dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method yang mampu mencengangkan dunia, terkhusus dunia penerbangan internasional. Prestasi yang membuat rasa nasionalis kita membuncah, berkobar bangga, Indonesia punya asset sebriliant itu. Pikirku, mungkin seperti itulah alibimu menanggapi film ini.

Kita pun berselisih, berdebat. Saya di pihak orang-orang yang tak habis memuji film ini. Dia tetap dengan pandangan mirisnya terhadap film ini. Dan menolak mentah-mentah ajakanku menantangnya nonton film ini, meski dengan iming-iming traktiran makan dan karaokean.  Toh apa salahnya juga. “Pak Habibie pun tidak keberatan kisahnya difilmkan!” bela ku sesekali. Tapi kawanku ini memang gadis keras, dia tetap bersikukuh  tak berselera menonton film ini. “Andai, para sutradara handal di negeri ini  membuat film menyoal riwayat keilmuan dan sepak terjang  Habibie di kancah dunia, saya dalah orang pertama yang nonton,” tegasnya.

Namun, pasar tidak bisa berbohong, euforia film  ini terbukti mewakili selera masyarakat. Belum tentu, jika ceritanya mengenai riwayat karir Habibie saja, tanpa embel-embel cinta, lalu  orang-orang akan berjubel ingin menontonnya. Pertanyaannya kemudian, mengapa kisah kasih Habibie Ainun ini begitu dahsyatnya mengambil ruang special di sanubari penonton Indonesia. Display picture maupun status BBM, Facebook, Twitter, dan media sosial orang-orang disesaki oleh pesan cinta mengharu biru , dan puisi nan romantis dari Habibie.  Pasangan beda alam ini sontak dipercaya sebagai ikon cinta sejati. Nyaris mengalahkan kisah dramatis Romeo& Juliet.

Sampai disini, saya mencoba mengkristalkan hasil perdebatan saya dengan sang kawan. Saya menelisik daya kuat film ini yang berakar di kekuatan cinta Habibie. Apakah dengan adanya film ini membuat masyarakat Indonesia mengerti cinta sejati? Apa sebelumnya mereka  tidak mengerti!!Apakah komitmen Habibie  untuk setia hingga maut  memisahkan,  menjadi tolak ukur cinta sejati? Lantas, ketika film ini tidak hadir, kemudian kita tidak tahu seperti apa cinta sejati itu?

Kita semua memiliki sisi kedewasaan. Meski takarannya tidaklah sama. Setidaknya mahfum hakikat cinta sejati. Semua hanya berakar pada kesetiaan. Bukan hanya Habibie, kita pun mampu menjadi aktor utama dalam skenario kehidupan kita. Menjadi sang pencinta hingga akhir hayat. Semuanya akan terasa lebih indah bukan? Dan jiwa-jiwa yang mulia terbentuk dari kebiasaan saling mencintai. Inilah yang kelak mengantarkan kita pada titik Kebahagiaan. Bahagia menembus cita-cita dan asa yang telah membumbung tinggi karenanya.

Duka Habibie
Setelah saya pikir-pikir. Saya bisa mengerti area ketidaksukaan kawan ini. Habibie adalah legenda, kita patut bangga memiliki putra bangsa yang memiliki pengaruh terhadap dunia. Penerima royalti dari produsen-produsen roket di banyak negara, karena menggunakan teknologi konstruksi ringannya. Penyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman. Dan pada tahun 70-80 an mendirikan industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara, dan masih banyak temuan dan industri-industri strategis lain ala Habibie  selama 20 tahun menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek), kemudian menjadi  Wakil Presiden dan Presiden di repuplik ini.

Merakit pesawat
            Kepada anak cucu kita kelak, apakah hanya rentetan cerita kesetiaan Habibie Ainun saja yang akan kita wariskan? Atau romantisme di balik tubuh mungil Habibie yang mampu mendamaikan  kekasih jiwanya?Cinta sejati, kita semua bisa memaknainya dengan subjektifitas masing-masing. Tapi, ada hal yang lebih urgent dalam diri pria berdarah bugis ini.

Inilah yang dipermasalahkan kawanku tadi. Prestasi , kejeniusan, dan segudang karya  Bapak Teknologi ini bisa jadi pudar  termakan oleh ketenaran kisah cinta di filmnya. Meski, tak bisa dipungkiri kekuatan cinta Habibie Ainun  patut diapresiasi dan ditanamkan. Tapi sekali lagi, Habibie adalah legenda dunia. Dan  untuk mengisahkannya, tidak cukup hanya dengan barisan pesan-pesan cinta saja.
  
(31 Januari 2012)

0 komentar:

Posting Komentar