RSS

Rabu, 04 Maret 2015

Penjambret itu Mematahkan Semangat !!!



Matahari masih malu-malu merangkak pagi ini di langit Makassar (5/3/2015). Ketika saya hendak menempuh 30 km perjalanan ke Maros. Selama tujuh bulan terakhir ini, saya memang melewati subuh dan pagi dengan kondisi yang tak biasanya. Terbangun saat lantunan indah ayat-ayat Al-Quran  dari Mesjid AL-Markaz mulai menggema, bersukacita menyambut datangnya waktu Shalat Shubuh. Puja puji Asma Allah begitu  terdengar merdu menenangkan saban subuhnya, membuat rasa syukur akan hidup ini tumpah ruah. Hal ini yang membikin semangat saya terus hidup tiap pagi.  Tujuh bulan terakhir ini saya menjadi penduduk liar warga di Sunu Makassar. Yang hanya numpang istirahat di malam hari saja.

Keputusan untuk melanjutkan studi di Paca Sarjana Unhas, mengharuskan saya memilih jalan ini. Hal yang telah lama saya citakan, menuntut pendidikan dengan biaya sendiri. Biaya dari hasil kerja keras sendiri. Nekat memang, memilih melanjutkan kuliah tanpa melepas kewajiban pokok sebagai seorang pegawai biasa. Konsekuensinya, tidak boleh ada yang berubah dengan jam kerja dan produktifitas pekerjaan saya. Mengambil Kelas Sabtu Minggu jelas tidak bisa, hal ini adalah larangan tersediri di instansi kami. Alhasil, saya mengikuti jam perkuliahan malam, lima hari dalam seminggu. Berbaur bersama para eksekuif dan pekerja yang juga sevisi dengan saya, mencari wawasan dan khazanah ilmu baru dari perspektif-perspektif akademisi, menjadi pembelajar guna menopang tangga karir yang hendak didaki.
            Tidak mudah memang, saya pun kelimpungan di awal-awal beradaptasi dengan ritme ini. Bagaimana bisa saya yang merupakan pekerja lapangan tulen tiap harinya di Maros , harus kemudian hadir di Kampus Kandea Universitas Hasanuddin malam harinya ba’dha Maghrib yang berjarak 30 km. Dan ini berlangsung dari Senin-Jumat. Tapi semua terkalahkan karena semangat yang terus menari-nari, seolah begitu menikmati tarian kesibukan ini. Bagaimanapun, keputusan telah dibuat. Mengingkarinya berarti tak menghargai pilihan sendiri. Selepas kantor jam 16.00 Wita , saya gunakan 1,5 jam untuk berkemas bersiap-siap. Dengan asumsi normal waktu perjalananan 1,5 jam dari Kota Maros ke Kota Makassar, include dengan waktu shalat maghrib. Agenda ini membuat  saya bisa tiba on time di ruang perkuliaan.
 Tekanan ternyata tidak hanya sampai disitu. Tugas-tugas perkuliahan terus berbenturan dengan tugas-tugas kantor. Saya jelas mendahulukan kepentingan kantor, karena di sana ladang rezky saya berkembang biak. Tetapi juga tidak menyampingkan jiwa pembelajar saya yang sedang terpelihara baik. Mengambil Mata Kuliah Manajemen ternyata membuat saya sedikit banyak pandai mengatur manajemen waktu. Mempelajari kekuatan dan kelemahan diri, serta berhitung-hitungan dalam jam-jam skala prioritas. Semua mendapat porsi dan ruang perhatian masing-masing. Keduanya penting. Kesibukan ini membuat saya terus berpikir dan berpikir. Sebisa mungkin tidak ada yang dikorbankan dan harus dalam satu mata rantai. Saling mengikat
            Saya menyembunyikan rutinitas ini dari keluarga, mereka sama sekali tidak tahu menahu perihal bolak-baliknya saya saban harinya demi kedua hal ini. Selain menjaga kekhawatiran mereka, juga karena saya terlalu percaya diri bisa aman dari lengan-lengan kejahatan yang sebenarnya mengintai di mana saja. Begitupun dengan datangnya musim hujan, saya telah mempersiapkan diri dengan baik menghadapinya. Dan sejauh ini, ujian terhadap itu telah saya lulusi. Bertahan di tengah siraman hujan deras dan angin kencang. Demi ilmu dan demi kehidupan yang lebih baik.
            Berita gank motor dan tindak kejatan lainnya di jalan raya,  wara wiri mengisi pemberitaan Makassar bebarapa pekan terakhir. Berita itu menjadi momok menakutkan. Bagaimana tidak!  Mereka begitu bengis dan  tidak berperikemanusiaan. Berharap mereka berperikemanusiaan! Hah, atau jangan-jangan mereka tak punya hati yah. Mereka melakukan pembegalan motor, menjambret, mengancam dengan senjata tajam, dan yang lebih sadis dengan membunuh pengguna jalan raya secara terstruktur. Korban yang diincar pun tak pandang bulu. Kapan ada kesempatan akan mereka lahap habis. Terkhusus, mengincar kaum perempuan yang dianggap lemah. Hal ini jelas menjadi sasaran empuk mereka yang menggagap  tidak ada perlawanan berarti jika berlawanan fisik dengan perempuan. Rentetan peristiwa ini memang membebani pikiran saya akhir-akhir ini. Sehingga terus membentengi diri dengan tawakkal dan doa. Karena tentu semua atas kuasa Sang Ilahi. Tapi tetap memproteksi diri dengan kehati-hatian dan menghindari pengguna jalan raya yang memberi gelagat mencurigakan.
            Saya selalu mengkawatirkan keluarga dan teman-teman terdekat terkait realitas ini, yang masih berseliweran di jalan raya hingga malam hari. Namun kita tidak bisa menghindar, jika aktifitas keluar hingga larut malam karena  tuntutan profesi atau keperluan penting mendesak lainnya. Namun rupanya para pelaku tindak kehajatan ini begitu sadar bahwa mereka diintai senjata dan aparat keamanan sepanjang malam. Dan pagi ini, Jam 06.05 saya menjadi saksi langsung sekaligus korban betapa bengis dan jahatnya mereka. Sesuatu yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya, yakni menaruh tas ransel berat di depan jok motor, rupanya inilah menjadi angin segar mereka yang telah mengintai dari jauh.
Beban kerja yang begitu berat pekan ini, mengharuskan saya membawa laptop tiap harinya ke Makassar. Karena setelah kuliah, saya bisa memanfaatkan waktu sebelum tidur untuk menyicil pekerjaan tersebut sedikit demi sedikit. Dan subuh tadi, saya tak kuasa menahan beban sakit di punggung dikarenakan seringnya membawa bawaan yang berat. Sehingga pertamakalinya mengambil keputusan untuk menaruh tas berisi laptop, pakaian tidur,dompet, dua buah Hp, alat tulis-menulis, buku-buku, dan dokumen penting yang semalaman saya kerja itu, di depan jok motor. Mereka merampas dengan mudahnya tas ransel  itu, berlalu kencang tanpa ada perlawanan dari saya yang justru jatuh terpental bersama motor. Kejadian ini berlangsung di depan SMK  Negeri 5, di Jln. Sunu Makassar, pukul 06.05 pagi yang masih sangat dingin dan hanya  dilalui para pejalan kaki  usai shalat subuh berjamaah.

Kejadian ini pahit. Sangat pahit. Dan saya sangat berharap tidak ada lagi keluarga ataukah teman yang mengalami hal yang demikian. Terus berhati-hati dan mawas diri. Mengenai luka-luka yang mencedarai, dan barang pribadi yang hilang telah saya ikhlaskan. Saya penuh syukur masih terselamatkan. Tentu ada pembelajaran Tuhan di balik musibah ini. Tapi amanah  itu sekarang  terus menghantui, laptop dan beberapa dokumen penting di tas itu milik negara. Dan saya telah lalai dalam menjaganya…L  Penjambret itu mematahkan semangat

0 komentar:

Posting Komentar