RSS

Selasa, 13 Februari 2018

Menjawab Teka-Teki Data Pangan



            Polemik awal tahun ini terkait impor beras pemerintah menuai pro kontra. Sebagai negara agraris, keputusan impor beras 500 ribu ton  dinilai aneh. Kementerian Pertanian optimis menggaungkan surplus beras, sementara Kementerian Perdagangan mengatakan stok beras defisit. Sehingga butuh cadangan beras nasional melalui impor.  Siapa yang sesungguhnya sedang berspekulasi? Di mana peran BPS sebagai produsen data produksi beras?
            Padi merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia, mengingat ia adalah kebutuhan mendasar manusia. Karena perannya yang strategis, maka banyak pihak-pihak yang mengintervensi data padi dari hulu ke hilir. Hal ini dapat terlihat dari gonjang-ganjing data produksi beras yang berbeda. Masing-masing pihak mengklaim dirinya benar. Seperti ada hidden agenda.  Kementerian Pertanian mengejar surplus demi prestasi. Sementara Kementerian Perdagangan pun punya prestise tiap ton beras yang diimpor.

            Badan Pusat Statistik sebagai lembaga independen penyedia data, tentu punya wewenang penuh untuk menghitung dan merilis data produksi padi. Sebagai informasi, data produksi dihasilkan dari pengalian data luas panen dan produktifitas padi. Selama ini, data luas panen diperoleh bukan dari pengukuran (objective measurement), melainkan dengan metode eye estimate (sejauh mata memandang) menggunakan sistem blok pengairan, perkiraan penggunaan pupuk, dan lain-lain, dengan menggunakan daftar isian Statistik Pertanian (SP). Cara ini cenderung bias karena berdasarkan  subjektif petugas. Hal inilah diduga menjadi biang penyebab data produksi padi yang overestimate secara nasional.
            Sementara dari Hasil Sensus Pertanian (ST2013) BPS mencatat jumlah rumah tangga usaha tanaman padi di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 14,1 juta rumah tangga, mengalami penurunan sebanyak 58 ribu rumah tangga (-0,41 persen) dibandingkan tahun 2003. Tentu jumlah ini  berpotensi berkurang, mengingat fenomena alih fungsi areal persawahan semakin marak beberapa tahun terakhir. Peneliti Ekonomi Indef, Bhima Yudhistira dalam sebuah tulisannya mengatakan saat ini laju konversi lahan pertanian sekitar 100 ribu ha per tahun, membuktikan kian masifnya alih fungsi lahan pertanian produktif di Indonesia. Salah satu dampaknya ialah produktivitas lahan pertanian terus mengalami penurunan. Sementara untuk data produksi padi sendiri, tidak drilis BPS dalam dua tahun terkahir karena pembenahan metodologi baru ini.

Melibatkan Teknologi
            Ialah Kerangka Sampel Area (KSA). Metode baru yang dikembangkan BPS bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melahirkan data luas panen yang lebih akurat dan faktual. Metode ini lebih obyektif dan modern, mengikuti kemajuan zaman dengan melibatkan perangkat teknologi.
            Alat stratifikasi yang digunakan adalah peta topografi/ peta tematik yang telah terisntal dalam aplikasi KSA dalam perangkat handphone berbasis android. Petugas digiring untuk mencari titik lokasi amat dalam segmen yang telah ditentukan oleh sistem. Memotret fase pertumbuhan padi mulai saat memasuki fase vegetatif awal, vegetatif akhir, generatif, panen, persiapan lahan,puso, atau memotret titik amat dalam segmen lahan yang bukan padi dan bukan sawah.
            Periode pengumpulan data KSA ini ialah minggu terakhir tiap bulan berjalan. Hal ini untuk memastikan fase tanaman padi yang sedang berjalan. Data ini nantinya diharap bisa mewakili luas panen secara akurat dan komperehensif di seluruh wilayah Indonesia.  
            KSA didefinisikan sebagai teknik pendekatan penyampelan yang menggunakan area lahan sebagai unit enumerasi. Sistem ini berbasis teknologi sistem informasi geografi (SIG), pengideraan jauh, teknologi informasi, dan statistika yang saat ini sedang diimplementasikan di Indonesia untuk perolehan data dan informasi pertanian tanaman pangan. Pendekatan KSA diharapkan mampu menjawab penyediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mendukung perencanaan Program Ketahanan Pangan Nasional (BPS, 2017), juga mewujudkan  realisasi program Nawacita di sektor pertanian.
Pelaksanaan di Lapangan
            Bulan pertama pelaksanaannya, kegiatan KSA ini terbilang sulit. Untuk mencari titik amat dalam segmen yang telah ditentukan, petugas harus berjalan kaki beberapa km, menyeberang sungai, naik turun gunung, membelah areal persawahan, menyibak semak-semak belukar untuk mencari titik amat yang telah ditentukan. Kemudian melaporkannya melalui perangkat android. Output KSA nantinya diharapkan lebih akurat dan kredibel secara metodologi untuk menghitung luas panen. Sisa memaksimalkan data produktifitas yang bersumber dari hasil ubinan sampel padi sawah oleh petugas BPS dan instansi teknis.

            Data ialah pangkal dari semua kebijakan publik. Ketika hasil teknologi KSA ini telah bekerja dan menghasilkan angka. Maka, Kementerian dan stakeholder terkait seyogyanya berpijak dari data tersebut. Mengambil kebijakan mengenai data penyediaan beras. Apakah kita benar-benar surplus. Atau kelaparan di lumbung sendiri. Menyusun win-win solution. Sehingga bisa memberikan kebijakan yang tepat sasararan,  mengawal dan memastikan pendistribusian kebijakan  tersebut sampai kepada petani. Janganlah kita dibayang-bayangi antara ilusi surplus beras dan ironi impor beras. Biarkan data yang berbicara.
#Perempuanbpsmenulis
#menulisasyikbahagia
#15haribercerita
#harike-6

0 komentar:

Posting Komentar