RSS

Rabu, 28 Februari 2018

Micin


Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah generasi micin. Orang yang tidak nyambung dalam sebuah diskusi serius, sekalipun hanya salah dengar, langsung dicap kelebihan micin. Atau orang-orang yang kurang populer dengan istilah kekinian, langsung  disoraki  kelebihan micin. Tidak tahu dengan trend film, lagu hits, merk handphone keluaran terbaru, siap-siaplah dicap kelebihan micin.

Namun, jika menilik micin secara harfiah, maka sebenarnya begitu banyak generasi micin saat ini. Sebab, keberadaan micin sudah ada sejak zaman nenek moyang kita dulu. Micin atau vitsin, ialah monosodium glutamat. Keberadaan zat ini, dalam olahan micin merbagai merk bisa dijumpai dimanapun. Mulai dari supermarket, minimarket, sampai warung kaki lima dan klontong menyediakan micin berbagai kemasan.


 Mas bakso keliling dan permanen mengandalkan micin untuk kelezatan baksonya. Bakso lezat. Pengunjung padat. Rezeki ngalir. Bisa nyusul tukang bubur naik haji.wkwk. Semua bisa dipastikan begitu, memakai micin. Kecuali memang warung dan kuliner khusus yang menjadikan nonmsg sebagai nilai jualnya.

Micin diangggap sebagian orang sebagai zat pemicu kebodohan. Mengkonsumsinya, konon  membuat sistem kerja otak melambat.  Menanggapi ini, kaum ibu-ibu terbagi dua kubu. Ada kubu ibu yang anteng saja mengkonsumsi micin/vitsin untuk menambah cita rasa dan gurih masakannya. Selama seisi rumah, senang dan kenyang. Pilihan ini dianggap aman-aman saja. Selama dalam takaran yang wajar.

Ada juga kubu ibu yang antipati bahkan sangat fobia dengan adanya micin di dapurnya. Micin dianggap biang kebodohan, jadi membentengi anak-anaknya yang sekolah dengan masakan tak bermicin. Padahal di sekolah, aneka cemilan dan gorengan yang dijajakan terbuat dari tepung dan micin. Ini sudah tidak bisa terbantahkan. Hasil investigasi dengan mas -mas yang nangkring di pojokan pagar sekolah. Wkwk

Saya pribadi kurang nyaman dengan istilah tersebut. Sejak kecil, micin sudah  berbaur dengan duo bawang, asam mangga, sereh, kunyit, garam, dan ikan bandeng mamak saat membuat pallu mara. Micin berbaur dengan kuah soto penuh rempah racikan mamak. Saya dibesarkan dengan asupan micin. Jadi, apa saya yang dikatakan generasi micin? Kelebihan micin? Wallahu a'lam. Tapi untungnya, saya masih mahir membaca dan menulis.
Bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri, melalui jalur tes. Pun diterima bekerja sebagai abdi negara melalui tes ketat. Tanpa intervensi apa dan siapapun. Perjalanan yang tidak hanya panjang, tapi juga tidak mudah pastinya.

Micin menurut saya tidak ada kaitannya dengan bodoh pintarnya seseorang. Itu hipotesa saya pribadi. Meskipun tentu harus diperkuat dengan riset dan penelitian komperehensif terhadap kandungan zatnya. Tapi perlu diingat. Apapun yang berlebihan tentu tidaklah baik.

Kita memang saat ini berada di zaman gadget, dimana segalanya bisa diperoleh secara instan. Di dunia gadget ini bertaburan ilmu. Sisa kita memilih belajar, menyalurkan hobby, meningkatkan kompetensi, memperluas pertemanan/ pengaruh. Atau kita lebih memilih hanya mengejar  kesenangan yang benar-benar maya. Silakan memilih. Dan stop menyalahkan micin.😛🙏
#PerempuanBPSMenulis
#MenulisAsyikBahagia
#15HariBercerita
#harike-7

0 komentar:

Posting Komentar