RSS

Rabu, 28 Februari 2018

Out Of The Box

Pertengahan tahun lalu, atasan saya di kantor mengamanahkan untuk memimpin satu redaksi kecil dengan output majalah keluarga BPS. Majalah ini merangkum kegiatan kita di BPS Kabupaten Maros sepanjang tahun 2017. Meski rencana awalnya sebenarnya tiap semester. Dan produksinya pun terbatas untuk konsumsi internal kita. Hitung-hitung pembelajaran dan mengasah intelegensia kita di luar habit selama ini.

Tanpa pikir panjang, saya langsung mengiyakan permintaan beliau. Itu memang jiwa saya. Senang menarasikan hal-hal remeh temeh sekalipun. Apalagi menyangkut aktivitas delapan jam di luar rumah setiap harinya. Kecuali menyuruh saya mengutak-atik komputer atau menjadi programmer, atau membikin kue pirex, saya harus mundur selangkah bahkan beberapa langkah. Yang tahu passion kita kan sebenarnya diri kita juga. Yah begitulah, masing-masing orang punya kelebihan dan titik lemah yang sebenarnya disadarinya.


Dibuatlah rapat kecil-kecillan. Menggandeng teman-teman staf dan KSK. Saya membuat tema untuk masing-masing halaman, mengadopsi majalah sejenis yang sudah ada di tingkat atas. Menugaskan anggota tim untuk mengisi halaman-halaman tersebut. Se -simple itu kah? Tidaaaaaaak.

Mungkin terbawa euforia, saya lupa kalau 75% SDM di redaksi kecil yang saya bentuk adalah ahli sains. Mereka sarjana matematika dan statistik. Sekumpulan orang yang gemar memecahkan rumus, berkarib dengan angka, doyan ngitung-ngitung, dan berlogika tinggi. Nah, saya yang minoritas dengan pendidikan ilmu pertanian yang pas-pas an  ingin mendominasi mereka? Apa kata dunia.Hahah

 Awalnya memang berat. Beberapa teman yang saya tunjuk bertanggungjawab untuk satu rubrik, malah ogah-ogahan, menolak secara halus, dan menganggap ini bertolak belakang dengan isi hatinya. Yo wes. Saya pun tidak ingin memaksa. Siapa sih yang ingin melaksanakan sesuatu karena unsur keterpaksaan. Tapi semangat saya tidak kendur. Teman yang lain menyatakan kesiapan dan keseriusan. Kita sama-sama belajar dan menyemangati.

Saya memasang tanggal deadline untuk semua rubrik. Pun dengan rubrik yang menjadi tanggungjawab saya sendiri. Di luar dugaan, beberapa teman sudah selesai sebelum deadline. Saya terus menyemangati teman-teman yang lain untuk menuntaskan kewajiban tulisannya. Saya katakan, kita belajar dari manajemen air terjun media profesional. Deadline adalah harga mati. Dan ingkar deadline, berarti siap dengan konsekuensi terburuk  majalah kita kolaps akibat ditinggal klien.  Naskah terlambat, ngedit terlambat, layout telat, hingga jadwal cetak pun terlambat , sementara di luar, para pembaca telah menanti-nanti berita kita.

Saya menekankan kurang lebih seperti itu. Pokoknya kita belajar disiplin dan profesional. Beberapa teman saya tugaskan tak hanya menulis, tapi juga memotret. Meski terkadang saya pun mengambil alih tugas motret. Jika merasa punya view yang bagus saat ke lapangan. Bapak pimpinan memberikan kamera DSLR pribadinya untuk kita gunakan. Karena kikuk dan belum terbiasa, kami memanggil kameramen profesional untuk memberikan materi fotografi untuk seluruh anggota tim. Minimal teknik dasar  dan pengenalan komponennya saja. Biar gak sok tahu (kamera  pinjaman soalnya).Heheh

Saya terharu dengan semangat dan antusias teman-teman belajar menulis. Dari sini, saya juga tahu bahwa pola tulisan orang  berbeda-beda. Tergantung watak dan kiblat bacaannya. Ada yang serius, santai, renyah, dan spontan. Saya membuka kesempatan seluas-luasnya untuk berimajinasi sesuai konten rubrik yang ditentukan. Dari sini saya bersyukur berada di lingkungan positif dan diantara para pembelajar, orang-orang yang haus akan ilmu.

Sebenarnya, majalah ini telah siap cetak akhir Bulan Oktober 2017. Namun ada hal mendasar yang menghambat proses cetak saat itu. Majalah ini tidak bernama. Hal yang luput dari perhatian kita sejak awal. Kami terus memutar otak memadu padankan nama dan makna. Ada yang menyarankan untuk memakai istilah lokal yang sarat pesan. Sipakalebbi lah, sipakatau lah, kalabbirang, dll. Filosofi maknanya dapat, namun tidak mewakili statistik sebagai pilar organisasi kita. Alhasil, nama majalahnya mengawang-ngawang sampai sekarang.

Majalah ini akhirnya terkatung-katung. Kesibukan terus berganti kesibukan baru. Pekerjaan dengan ritme ban berjalan seolah tak berjeda. Padahal pimpinan sudah memberi ruang lebar untuk menuntaskan. Pernah sudah berniat membawa ke percetakan, tiba-tiba anak sakit, bertepatan acara keluarga, ngurus DUPAK, dan beragam halangan lain.

Melalui ini, saya mohon maaf belum bisa mengantarkan  hinga proses cetak. Namun, file ini bisa menjadi  bukti sejarah kita, yang bisa out of the box. Berinovasi di luar habit kita, keluar dri zona nyaman, dan belajar hal baru di luar rutinitas kita bertahun-tahun.

 Banyak pelajaran yang bisa dipetik, khususnya diri saya pribadi. Baik itu
dalam bekerja tim, dalam mengkoordinir, dan menjadi leader bagi orang-orang hebat.

Dengan penuh kerendahan hati, pada kesempatan ini saya publikasikan pada dunia,  buah pikiran kita sebagai manusia yang tak putus belajar. Catatan perjalanan kerja kita yang pernah 'out of the box'. Keluar dari kotak. Kotak pekerjaan. Kotak kenyamanan. Kotak keluarga. Hmm Kotak asmara.Keluar untuk menuntaskan dahaga akan ilmu❤😘😇✋😎

#PerempuanBPSMenulis
#MenulisAsyikBahagia
#15HariBercerita
#Hari ke-15

0 komentar:

Posting Komentar