RSS

Rabu, 28 Februari 2018

Pesawat

Berada di radius kurang enam kilometer dari bandara internasional, membuat kami sekeluarga sudah biasa dengan hilir mudik pesawat yang mengudara. Suara yang memekakkan telinga di tiap waktu menjadi hal biasa. Melihat body pesawat dari berbadan besar hingga menjadi titik di angkasa, atau dari setitik pena di atas kanvas langit, lalu membesar perlahan-lahan dengan suara yang menderu-deru, adalah pemandangan takjub tiap harinya.

Kadang saya berfikir, begitu banyak orang yang berpesawat tiap harinya. Pagi, siang, sore, malam, hingga dini hari pesawat berlalu lalang. Baik itu komersil maupun militer. Ada yang bepergian melalui terminal pemberangkatan pesawat, pun ada yang berdatangan menuju terminal kedatangan pesawat bandara.


Keberadaan pesawat memang memangkas jarak. Makassar ke Jakarta tentu lebih dekat, dibanding Makassar ke Parepare. Perbandingannya dua jam dan empat jam. Padahal secara de facto, jarak seratusan kilometer berbanding beribu-ribu kilometer. Betapa mudahnya orang bepergian antar provinsi/pulau/ negara hanya dalam  sekali tidurnya.

Ke mana gerangan tujuan para penumpang tersebut? Apa yang hendak ditujunya? Dalam rangka apa? Bekerjakah? Berliburkah? Mengapa hampir tiap beberapa menit saja, bunyi pesawat terdengar. Tidakkah lebih nyaman berada di rumah. Berselimutkan kehangatan cinta keluarga.

Di terminal kedatangan, kita kerap melihat orang menangis haru menjemput sanak keluarganya. Di terminal keberangkatan, ada tangis pilu melepas sanak keluarga atau orang terkasih pergi. Meski menyembunyikan air mata, rasa sedih kehilangan tergambar di mimik muka.

Demikianlah di atas pesawat, selain barang dan cargo,  ada yang mengikutsertakan rindu, ada yang menanggung kecewa, dan sedih, ada yang senang dan bahagia. Ada yang  bersemangat, namun ada juga yang sesungguhnya malas, dan sederet hal yang bertolak belakang lainnya.

Rindu selalu menjadi hal berat. Meski chat dan telepon ada, ia hanya ibarat obat anti nyeri. Karena hanya bisa meredakan. Namun tidak menuntaskan rindu sebenarnya.

Pesawat sesungguhnya analogi sederhana dalam hidup manusia. Ada yang datang, dan ada yang pergi. Kita tidak tahu, besok lusa mungkin kita ada di perut burung raksasa itu. Ada yang berbahagia menyambut kita, namun ada yang dirundung nestapa melihat kepergian kita. That's life . Dan soal rindu...Mata, telinga dan hati akan menuntun ke mana tempat seharusnya pulang. ❤😇
##PerempuaNBPSMenulis
#MenulisAsyikBahagia
#15HariBercerita
#Harike-13

0 komentar:

Posting Komentar